Terapi Keluarga
A. Pengertian Terapi
Keluarga
Terapi
keluarga adalah suatu bentuk terapi kelompok dimana masalah pokoknya adalah
hubungan antara pasien dengan anggota-anggota keluarganya. Oleh sebab itu
seluruh anggota keluarga dilibatkan dalam usaha penyembuhan (Kartono dan Gulo,
dalam Kamus Psikologi).
Terapi
keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga
sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga. Terapi keluarga muncul
dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada pada terapi individual punya
konsekuensi dan konteks sosial.
Terapi
keluarga adalah cara baru untuk mengetahui masalah seseorang, memahami
perilaku, perkembangan simptom dan cara pemecahannya. Terapi keluarga merupakan
suatu cara untuk menata kembali masalah hubungan antar manusia khususnya
keluarga.
Family therapy merupakan terminologi yang
mengacu pada metode yang dilakukan pada keluarga dengan berbagai kesulitan
biopsikososial. Dasar utama family therapy
adalah bahwa masalah yang dihadapi individu secara esensial bersifat
interpersonal, bukan intrapersonal, sehingga resolusinya menghendaki intervensi
yang diarahkan pada hubungan antar individu.
Terapi
keluarga pada dasarnya adalah sebuah cara unik untuk melihat patologi dalam
sistem keluarga. Terapi keluarga berfokus pada cara suatu sistem keluarga yang
mengorganisasi patologis terstruktur yang dipandang sesuatu yang salah.
Pendekatan
terapi keluarga dari Virginia M. Satir menekankan hubungan perkawinan sebagai
poros pembentukkan semua hubungan keluarga lainnya. pasien tertentu, misalnya,
seorang anak atau remaja yang bermasalah adalah anggota keluarga yang paling
terpengaruh oleh hubungan perkawinan yang sakit. Perilaku si anak yang
bermasalah itu akan mengganggu hubungan orang tua dan sebaliknya. Pola komunikasi
yang terganggu dari sebuah keluarga mengungkapkan sifat dari masalah yang
mendasarinya.
B. Cara Melakukan Terapi
Keluarga
Proses
terapi keluarga meliputi tiga fase yaitu, fase 1 perjanjian, fase 2 kerja, dan
fase 3 terminasi.
1. Fase 1 (Perjanjian)
Di fase pertama terapis membuat kontrak pertemuan dengan keluarga
dan mengumpulkan data, selama tahap ini terapis memfasilitasi proses penentuan
masalah yang diidentifiksai oleh keluarga, di fase ini juga terapis dan klien mengembangkan
hubungan saling percaya, tujuan terapi ditetapkan bersama, terapis dan keluarga
mengeksplorasi masalah lain yang berkaitan dengan masalah utama, terapis mensistensis
semua informasi dan anggota keluarga menetapkan apa yang ingin mereka ubah.
2. Fase 2 (Kerja)
Fase kedua, keluarga dengan
dibantu terapis berusaha mengubah pola interaksi diantara anggota keluarga,
meningkatkan kompetensi masing-masing individual anggota keluarga, eksplorasi
batasan-batasan dalam keluarga. Selama fase ini terapis mengidentifikasi
kekuatan dan permasalahan keluarga, kekuatan keluarga berguna dalam membantu
keluarga untuk tetap stabil. Biasanya setiap sesi dilakukan satu kali seminggu
dengan waktu lebih kurang satu jam.
3. Fase 3 (Terminasi)
Pada fase ini terapis harus melakukan review masalah yang telah
teridentifikasi dengan keluarga dan menegosiasikan kembali kontrak dan jumlah
sesi-sesi keluarga. Keluarga akan melihat lagi proses yang selama ini dijalani
untuk mencapai tujuan terapi dan cara cara mengatasi isu yang timbul. Keluarga juga
diharapkan dapat mempertahankan perawatan yang berkesinambungan.
C. Manfaat Terapi Keluarga
1. Bagi Klien
·
Mempercepat proses
penyembuhan
·
Memperbaiki hubungan
interpersonal
·
Menurunkan angka
kekambuhan
2. Bagi Keluarga
·
Memperbaiki fungsi
dan struktur keluarga
· Keluarga mampu
meningkatkan pengertian terhadap klien sehingga lebih dapat menerima, toleran
dan menghargai klien sebagai manusia
· Keluarga dapat
meningkatkan kemampuan dalam membantu klien dalam proses rehabilitasi
D. Kasus-kasus yang
Diselesaikan Dalam Terapi Keluarga
Kasus-kasus
yang dapat diselesaikan dalam terapi keluarga antara lain masalah
ketidakharmonisan perkawinan pada pasangan suami dan istri, masalah orang tua
dan anak, masalah antar saudara kandung, pola komunikasi yang terganggu dari
suatu keluarga, kenakalan remaja yang terjadi pada anak, konflik keluarga dalam
hal norma atau keturunan, pengasuhan yang tidak baik dari orang tua.
E. Contoh Kasus yang
Menggambarkan Terapi Keluarga
Daphne merupakan seorang
perempuan yang memiliki tinggi badan 5 kaki 11 inci dan beratnya 102 pound. Dia
telah merasa "besar" karena ketinggian di atas teman sekolahnya di
kelas lima. Dia telah menjalani diet sejak itu. Selama tahun pertamanya di
sekolah, Daphne memutuskan bahwa ia harus mengambil langkah-langkah drastis
untuk menurunkan berat badan lebih. Dia mulai dengan mengurangi asupan kalori
sekitar 1.000 kalori per hari. Dia kehilangan beberapa kilo, tapi ia tidak
puas, jadi dia mengurangi asupan hingga 500 kalori per hari. Dia juga memulai
program olahraga berat. Setiap hari, Daphne tidak akan membiarkan dirinya makan
sampai ia berjalan setidaknya 10 mil. Lalu ia hanya mengkonsumsi beberapa jenis
sayuran dan segenggam sereal. Kemudian di hari itu, dia mungkin mengkonsumsi
sayuran dan buah lebih banyak, tapi dia akan menunggu sampai ia begitu lapar
sampai pingsan. Berat badan Daphne turun sampai 110 kilogram dan ia berhenti
menstruasi. Ibunya mengungkapkan beberapa kekhawatiran tentang betapa Daphne
hanya makan sedkit sekali, tapi karena ibunya cenderung kelebihan berat badan,
ia tidak menyurutkan niat Daphne untuk diet.
Ketika tiba saatnya masuk
perguruan tinggi, Daphne adalah senang tapi juga takut, karena dia selalu
menjadi bintang pelajar di sekolah tinggi dan tidak yakin dia bisa
mempertahankankannya. Ketika di perguruan tinggi pada periode pemeriksaan pertama
di perguruan tinggi, Daphne banyak mendapat nilai B. Dia merasa sangat rentan,
merasa gagal, dan seolah-olah dia kehilangan kontrol. Dia juga tidak senang
dengan kehidupan sosialnya pada pertengahan semester pertama. Daphne memutuskan
bahwa banyak hal yang mungkin akan lebih baik jika ia kehilangan berat badan
lebih, sehingga ia mengurangi asupan makanan dengan dua apel dan segenggam
sereal setiap hari. Dia juga berlari setidaknya 15 mil setiap hari. Pada akhir
semester musim gugur, berat badannya turun menjadi 102 pound. Dia juga
mengalami kelelahan kronis, sulit berkonsentrasi, dan kadang-kadang pingsan.
Namun, ketika Daphne melihat ke cermin, ia melihat seorang wanita, muda
sederhana yang ingin menurunkan berat badan lebih.
DAFTAR PUSTAKA
Almasitoh, U. H. (2012). Model
terapi dalam keluarga. Magistra. No 80
Clinebell.
H. (2002). Tipe-tipe dasar pendamping dan
konseling pastoral. Yogyakarta: Kanisius.
Fawziah,
A. (2012). Family Therapy (Terapi Keluarga). Diakses tanggal 06
Mei 2015 dari https://www.scribd.com/doc/111760136/Family-Therapy-Terapi-Keluarga
Sawitri, D. R. (2009). Posmodernisme dan family therapy
berbasis belief system dan narratives. Jurnal Psikologi Universitas
Diponegoro. Vol.5. No.01.
Somaryati. & Astutik, S. (2013). Family therapy dalam menangani pola
asuh orang tua yang salah pada anak slow learner. Jurnal bimbingan dan
konseling islam.Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya. Vol.03.
No.01.
Wijayanti, D.Y. (2010). Terapi keluarga. Diakses pada tanggal
07 mei 2015 dari http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:ethprMPTlpcJ:https://macind.files.wordpress.com/2010/12/terapikeluarga.pptx+&cd=3&hl=id&ct=clnk&gl=id