Minggu, 24 November 2013

ETIKA PROFESI KEGURUAN

ETIKA PROFESI
KEGURUAN

2.1. ETIKA
A. Pengertian Etika
            Etika berasal dari bahasa Yunani kuno “ethikos” yang berarti timbul dari kebiasaan, karakter, watak kesusilaan atau adat. Etika adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standard dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik buruk dan tanggung jawab. Dari pengertian diatas disimpulkan bahwa etika merupakan ajaran baik dan buruk tentang perbuatandari tingkah laku. Jadi etika membicarakan tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sadar dipandang dari sudut pandang baik dan buruk sebagai suatu hasil penilaian. Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma. Norma ini masih dibagi lagi : norma hukum, norma moral, norma agama dan norma sopan santun. Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan, norma agama berasal dari agama sedangkan norma moral berasal dari suara batin. Norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari etika.
            Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discipline which can act as the performance index or reference for our control system”. Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterpkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial itu sendiri. Dengan demikian etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian diluapkan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika/rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik.
            Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan sntun, tata karma, protokoler dan lain-lain. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika dimasyarakat kita.
Beberapa para ahli merumuskan etika sebagai berikut :
  1. Drs. O.P. Simorangkir : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
  2. Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
  3. Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
            Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normative. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama : meta-etika (studi konsep etika), etika-normatif (studi penentuan nilai etika) dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).
B. Jenis-jenis Etika
  1. Etika Filosofis
            Etika filosofis secara harfiah (fay overlay) dapat dikatakan sebagi etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berfikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat. Etika lahir dari filsafat. Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari filsafat. Karena itu bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat estetika
  1. Non empiris filsafat digolongkan sebagai ilmu non empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang konkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa dibalik gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika, etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang secara factual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
  2. Praktis cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”, dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dan sebagainya. Sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapkan kita mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.          
  1. Etika Teologis
            Ada dua hal yang perlu diingatkan berkaitan dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum. Karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.
            Secara umum etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Didalam etika Kristen, misalnya, etika teplogis adalah etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi tentang Allah atau yang Ilahi, serta memandang kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau yang Ilahi. Karena itu etika teologis disebut juga oleh jongeneel sebagai etika transenden dan etika teosentris. Etika teologis Kristen memiliki objek yang sama dengan etika secara umumyaitu tingkah laku manusia. Akan tetapi, tujuan yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnya dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak Allah. Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi system nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan didalam merumuskan etika teologisnya.
  1. Relasi Etika Filosofis dan Etika Teologis
            Terdapat perdebatan mengenai posisi etika filosofis dan etika teologis didalam ranah etika. Sepanjang sejarah pertemuan antara kedua etika ini, ada tiga jawaban menonjol yang dikemukakan mengenai pertanyaan diatas, yaitu :
  1. Revisionesme : Tanggapan ini berasal dari Augustinus (354-430) yang menyatakan vahwa etika teologis bertugas untuk merevisi, yaitu mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis.
  2. Sintesis : Jawaban ini dikemukakan oleh Thomas Aquinas (1225-1274) yang menyintesiskan etika filosofis dan etika teologis sedemikian rupa hingga kedua jenis etika ini, dengan mempertahankan identitas masing-masing menjadi suatu entitas baru. Hasilnya adalah etika filosofis menjadi lapisan bawah yang bersifat umum sedangkan etika teologis menjadi lapisan atas yang bersifat khusus.
  3. Diaparalelisme : Jawaban ini diberikan oleh F.E.D. Schleiermacher (1768-1834) yang menganggap etika teologis dan etika filosofis sebagai gejala-gejala yang sejajar. Hal tersebut dapat diumpamakanseperti sepasang rel kereta api yang sejajar
Mengenai pandangan-pandangan di atas ada beberapa keberatan. Mengenai pandangan Augustinus, dapat dilihat dengan jelas bahwa etika filosofis tidak dihormati setingkat dengan etika teologis. Terhadap pandangan Thomas Aquinas, kritik yang dilancarkan juga sama yaitu belum dihormatinya etika filosofis yang setara dengan etika teologis, walaupun kedudukan etika filosofis telah diperkuat. Terakhir tarhadap pandangan Schleiermacher, diberikan kritik bahwa meskipun keduanya telah dianggap setingkat namun belum ada pertemuan diantara mereka. Ada pendapat lain yang menyatakan perlunya suatu hubungan yang dialogis antara keduanya. Dengan hubungan dialogis ini maka relasi keduanya dapat terjalin dan bukan hanya saling menatap dari dua horizon yang parallel saja. Selanjutnya diharapkan dari hubungan yang dialogis ini dapat dicapai suatu tujuan bersama yang mulia, yaitu membantu manusia dalam bagaimana ia seharusnya hidup.
            Etika perlu dibedakan dari moral. Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat pada sekelompok manusia. Ajaran moral mengajarkan bagaimana orang harus hidup. Ajaran moral merupakan rumusan sistematik terhadap anggapan tentang apa yang bernilai serta kawajiban manusia. Etika merupakan ilmu tentang norma, nilai dan ajaran moral. Etika merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai 5 ciri khas yaitu bersifat rasional, kritis, mendasar,sistematik dan normative (tidak sekedar melaporkan pandangan moral melainkan menyelidiki bagaimana pandangan moral yang sebenarnya).
            Perbedaan antara etika dengan etiket yaitu etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Contohnya : dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Disini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri. Sedangkan etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain disekitar kita). Bila tidak ada orang lain disekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku, contohnya : saya sedang makan bersama teman sambil meletakkan kaki saya diatas meja makan, maka saya dianggap melanggar etiket. Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian.
            Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang perlu kita pahami bersama dengan etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusia.
            Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya prilaku manusia :
  1. Etika Deskriptif, yaitu etika yang biasa meneropong secara kritis dan rasional sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai suatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
  2. Etika Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai suatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan. Etika secara umum dapat dibagi menjadi :
a.     Etika Umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik dan buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
b.    Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang di latarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis : cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tindakan, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya. Etika khusus dibagi lagi menjadi dua bagian :
·         Etika Individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
·         Etika Sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia. Perilaku diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Etika social menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, Negara), sikap kritis terhadap pandangan-pandangan dunia dan ideologi-ideologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup. Etika soaial yang hanya berlaku bagi kelompok profesi tertentu disebut kode etika atau kode etik.
            Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika social tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan sosial manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan. Sikap kritis terhadap pandangan-pandangan dunia dan ideology-ideologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup.
            Dengan demikian luasnya lingkup dari etika social, maka etika social ini terbagi atau terpecah menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling actual saat ini adalah sebagai berikut :
1.      Sikap terhadap sesama
2.      Etika keluarga
3.      Etika profesi
4.      Etika politik
5.      Etika lingkungan
6.      Etika idiologi
Sistem Penilaian Etika :
  1. Titik berat penilaian etika sebagai suatu ilmu, adalah pada perbuatan baik atau jahat, susila atau tidak susila.
  2. Perbuatan atau kelakuan seseorang yang telah menjadi sifat baginya atau telah mendarah daging, itulah yang disebut akhlak atau budi pekerti. Budi tumbuhnya dalam jiwa, bila telah dilahirkan dalam bentuk perbuatan namanya pekerti. Jadi suatu budi pekerti pangkal penilaiannya adalah dari dalam jiwa; dari semasih berupa angan-angan, cita-cita, niat hati, sampai ia lahir keluar berupa perbuatan nyata.
  3. Burhanuddin Salam, Drs. Menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan dinilai pada tiga tingkat :
a.       Tingkat pertama, semasih belum lahir menjadi perbuatan, jadi masih berupa rencana dalam hati, niat
b.      Tingkat kedua, setelah lahir menjadi perbuatan nyata, yaitu pekerti
c.       Tingkat ketiga, akibat atau hasil perbuatan tersebut, yaitu baik atau buruk.
            Dari sistematika diatas, kita bisa melihat bahwa etika profesi merupakan bidang etika khusus atau terapan yang merupakan produk dari etika sosial. Kata hati atau niat biasa juga disebut karsa atau kehendak, kemauan, wil. Dan isi dari karsa inilah yang akan direalisasikan oleh perbuatan. Dalam hal merealisasikan ini ada empat variable yang terjadi :
  1. Tujuan baik, tetapi cara untuk mencapainya tidak baik
  2. Tujuannya yang tidak baik, cara mencapainya; kelihatannya baik
  3. Tujuannya tidak baik, dan cara mencapainya juga tidak baik
  4. Tujuannya baik, dan cara mencapainya juga terlihat baik
2.2 PROFESI, PROFESIONAL & PROFESIONALISME
A. Pengertian Profesi
            Secara estimologi, istilah profesi berasal dari bahasa inggris yaitu “profession” atau bahasa latin “profecus”  yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara terminologi Profesi adalah suatu pekerjaan yang melaksanakan tugasnya memerlukan atau menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi, keahlian yang diperoleh dari lembaga pendidikan khusus. Seseorang yang menekuni suatu profesi tertentu disebut professional, sedangkan professional sendiri mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan untuk kerja sesuai dengan profesinya. Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan juga belum cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasri praktek pelaksanaan dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek.
            Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang-bidang pekerjaan seperti kedokteran, guru, militerpengacara dan semacamnya, tetapi meluas sampai mencakup pula bidang seperti manager, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris dan sebagainya. Sejalan dengan itu, menurut De George, timbul kebingungan mengenai pengertian profesi itu sendiri, sehubungan dengan istilah profesi dan professional. Kebingungan ini timbul karena banyak orang yang professional tidak atau belum tentu termasuk dalam pengertian profesi. Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, didalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Profesi adalah suatu Moral Community (masyarakat moral)yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama.
            Menurut UU no.14 th 2005 dapat digaris bawahi bahwa profesi adalah suatu pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan tertentu. Abdulkadir Muhammad (1997:58) juga menjelasakan profesi adalah pekerjaan tetap dalam bidang tertentu yang berdasarkan keahlian khususu yang dilakukan secara bertanggung jawab dengan tujuan memeperoleh penghasilan.
            Menurut Ornstein dan Levine (1984) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini:
  1. Melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat.
  2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai.
  3. Menggunakan hasil penelitin dan aplikasi dari teori ke praktik.
  4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang
  5. Terkendali berdasarkan lisensi buku dan atau mempunyai persyaratan yang masuk
  6. Otonom dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu
  7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan
  8. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dank lien
  9. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya relative bebas dari supervisi dalam jabatan.
  10. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri
  11. Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya
  12. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan. 
  13. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari pablik dan kpercayaan diri setiap anggotanya mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi
            Pada sisi lain profesi mempunyai pengertian seorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik dan prosedur berdasarkan intelektual. Hal demikian dapat dibaca pula pendapat Volmer dan Mills (1966), Mc Cully (1969), dan Diana W. Kommer (dalam sagala, 2000:195-196), mereka sama-sama mengartikan profesi sebagai spesialisasi dari jabatan intelektual yang diperoleh melalui study dan training, bertujuan menciptakan keterampilan, pekerjaan yang bernilai tinggi, sehingga keterampilan dan pekerjaan itu diminati, disenangi oleh orang lain, dan dia dapat melakukan pekerjaan itu dengan mendapat imbalan berupa bayaran, upah, dan gaji (payment).
            Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semual dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah  pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.
            Dengan demikian seorang professional jelas harus memiliki profesi tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan maupun pelatihan yang khusus, dan disamping itu pula ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi) didalam melaksanakan suatu kegiatan kerja. Hal ini perlu ditekankan benar untuk membedakannya dengan kerja biasa (occupation) yang semata bertujuan untuk mencari nafkah atau kekayaan duniawi. Dua pendekatan untuk menjelaskan pengertian profesi :
  1. Pendekatan berdasarkan definisi
Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, didalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi yang tersebut.
  1. Pendekatan berdasarkan ciri
Definisi diatas secara tersirat mensyaratkan pengetahuan formal menunjukkan adanya hubungan antara profesi dengan dunia pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan tinggi ini merupakan lembaga yang mengembangkan dan meneruskan pengetahuan professional. Karena pandangan lain menganggap bahwa hingga sekarang tidak ada definisi yang memuaskan tentang profesi yang diperoleh dari buku maka digunakan pendekatan lain dengan menggunakan ciri profesi. Secara umu ada tiga ciri yang disetujui oleh banyak penulis sebagai ciri sebuah profesi. Adapun ciri itu ialah :
a.       Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi. Pelatihan ini dimulai sesudah seseorang memperoleh gelar sarjana. Sebagai contoh mereka yang telah lulus sarjana baru mengikuti pendidikan profesi seperti dokter, dokter gigi, psikologi, apoteker, farmasi, artistektur untuk Indonesia. Di berbagai Negara, pengacara diwajibkan menempuh ujian profesi sebelum memasuki profesi.
b.      Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan. Pelatihan tukang batu, tukang cukur, pengrajin meliputi ketrampilan fisik, pelatihan akuntan, engineer, dokter meliputi komponen intelektual dan ketrampilan. Walaupun pada pelatihan dokter atau dokter gigi mencakup ketrampilan fisik tetap saja komponen intelektual yang dominan. Komponen intelektual merupakan karakteristik professional yang bertugas utama memberikan nasehat dan bantuan menyangkut bidang keahliannya yang rata-rata tidak diketahui atau dipahami orang awam. Jadi memberikan konsultasi bukannya memberikan barang merupakan ciri profesi.
c.       Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat. Dengan kata lain profesi berorientasi memberikan jasa untuk kepentingan umum dari pada kepentingan sendiri. Dokter, pengacara, guru, pustakawan, engineer, arsitek memberikan jasa yang penting agar masyarakat dapat berfungsi; hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh seorang pakar permainan catur, misalnya. Bertambahnya jumlah profesi dan professional pada abad 20 terjadi karena ciri tersebut. Untuk dapat berfungsi maka masyarakat modern yang secara teknologis kompleks memerlukan aplikasi yang lebih besar akan pengetahuan khusus dari pada masyarakat sederhana yang hidup pada abad-abad lampau. Produksi dan distribusi energy memerlukan aktivitas oleh banyak engineers. Berjalannya pasar uang dan modal memerlukan tenaga akuntan, analis sekuritas, pengacara, konsultan bisnisdan keuangan. Singkatnya profesi memberikan jasa penting yang memerlukan pelatihan intelektual yang ekstensif.
Aspek-aspek kode perilaku dalam Profesi yaitu :
  1. Code of Conduct.
  2. Code of Profession.
  3. Code of Publication.
  4. Code of Enterprise.
B. Ciri-ciri Profesi
Berikut ini merupakan ciri-ciri dari profesi, yaitu :
  1. Keterampilan yang mendasar pada pengetahuan teoritis
Seorang professional harus memiliki pengetahuan teoretis  dan keterampilan mengenai bidang teknik yang ditekuni dan bisa diterapkan dalam pelaksanaanya atau prakteknya dalam kehidupan sehari-hari.
  1. Asosiasi Profesional
Merupakan suatu badan organisasi yang biasanya diorganisasikan oleh anggota profesi yang bertujuan untuk meningkatkan status para anggotanya.
  1. Pendidikan yang Ekstensi
Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi. Seorang professional dalam bidang teknik mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi baik itu dalam suatu pendidikan formal ataupun non formal.
  1. Ujian Kompetisi
Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis.
  1. Pelatihan Institutional
Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
  1. Lisensi
Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.
  1. Otonomi Kerja
Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
  1. Kode Etik
Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
  1. Mengatur diri
Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi.
  1. Layanan publik dan altruism
Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.
  1. Status dan imbalan yang tinggi
Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.
3 ciri utama Profesi, yaitu :
  1. Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi.
  2. Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan.
  3. Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat.
C. Sifat dan Syarat Profesi
            Selain itu secara umum ada beberapa sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
  1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
  2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
  3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi dibawah kepentingan masyarakat.
  4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
  5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
Syarat-syarat suatu profesi, yaitu :
  1. Melibatkan kegiatan intelektual
  2. Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
  3. Memerlukan persiapan professional yang alam dan bukan sekedar latihan
  4. Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan
  5. Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen
  6. Mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi
  7. Mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat
  8. Menentukan baku standar nya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik
  9. Sistem imbalan
            Abdulkadir Muhammad (1997:59-61) juga memaparkan bahwasanya profesi secara umum memiliki enam kriteria atau syarat-syarat, yaitu:
  1. Spesialisasi
Artinya pekerjaan tersebut berkaitan dengan bidang keahlian yang dipelajari dan ditekuni dan biasanya tidak ada rangkapan dengan pekerjaaan lain di luar keahliannya itu. Misalnya tidak ada seorang dokter yang merangkap apoteker
  1. Keahlian dan Keterampilan
Yaitu pekerjaan di bidang tertentu berdasarkan keahlian dan keterampilan khusus yang mana keahlian dan keterampilan tersebut di peroleh melalui pendidikan dan pelatihan. Yang mana tempat pendidikan dan pelatihan itu di tempuh secara resmi pada lembaga pendidikan atau pelatihan yang di akui pemerintah berdasarkan undang-undang dan dibuktikan dengan sertifikasi yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut.
  1. Tetap atau terus menerus
Yaitu bersifat tetap dan terus menuerus, tetap artinya tidak berubah-ubah pekerjaannya. Sedangkan terus-menerus artinya berlabgsubg untuk jangka panjang sampai pensiun atau berakhir masa kerja profesi yang bersangkutan.
  1. Mengutamakan Pelayanan
Mengutamakan pelayanan maksudnya adalah pekerjaan itu lebih mengutamakan pelayanan daripada imbalan ( pendapatan ), artinya mendahulukan apa yang harus dikerjakan bukan berapa bayaran yang diterima dan bentuk pelayanan pun harus memuaskan.
  1. Tanggung Jawab
Maksudnya adalah dalam memberikan pelayanan harus bertanggungjawab kapada diri sendiri dan masyarakat. Tanggug jawab kepada diri sendiri artinya adalah ia bekerja karena integritas moral, intelektual, dan professional sabagai bagian dari kehidupan. Dalam pelayanan orang profesional selalu mempertahankan cita-cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban dari hati nurani bukan karena sekedar hobi belaka. Tanggung jawab kepada masyarakat maksudnya adalah kesediaan member pelayanan sebaik mungkin sesui dengan profesinya tanpa membedakan antara pelayanan bayaran dan pelayanan Cuma-Cuma, serta menghasilkan layanan yang bermutu yang berdampak positif bagi masyarakat.
  1. Organisasi Profesi
Kelompok atau organisasi profesi merupakan masyarakat moral yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama dan memiliki acuan yang disebut kode etik profesi.misalnya : Ikatan Dokter indonasia (IDI), dan Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI ).
Tanggung jawab profesi yang lebih spesifik :
  1. Mencapai kualitas yang tinggi dan efektifitas baik dalam proses maupun produk hasil kerja profesional.

  1. Menjaga kompetensi sebagai professional.

  1. Mengetahui dan menhgormati adanya hukum yang berhubungan dengan kerja yang professional
  2. Menghormati perjanjian, persetujuan dan menunjukkan tanggung jawab
D. Profesional & Profesionalisme
            Profesional adalah merupakan yang ahli di bidangnya, yang telah memperoleh pendidikan atau pelatihan khusus untuk pekerjaannya tersebut. Profesional merupakan suatu profesi yang mengandalkan keterampilan atau keahlian khusus yang menuntut pengemban profesi tersebut untuk terus memperbaharui keterampilannya sesuai dengan perkembangan teknologi.
            Profesional  adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna  waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.
            Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan serta ikrar untuk menerima panggilan tersebut dengan semangat pengabdian, selalu siap memberikan pertolongan
kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan di tengah gelapnya kehidupan

            Profesionalisme adalah suatu paham mengenai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu, atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
           Untuk menjadi seorang yang professional, seseorang yang melakukan pekerjaan dituntut untuk memiliki beberapa sikap sebagai berikut :
  1. Komitmen tinggi
Seorang professional harus mempunyai komitmen yang kuat pada pekerjaan yang sedang dilakukannya.
  1. Tanggung jawab
Seorang professional harus bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang dilakukannya sendiri.
  1. Berpikir sistematis
Seorang yang profesional harus mampu berpikir sitematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya.
  1. Penguasaan materi
Seorang profesional harus menguasai secara mendalam bahan / materi pekerjaan     yang    sedang                  dilakukannya.
5.      Menjadi  bagian   masyarakat  professional
Seyogyanya seorang professional harus menjadi bagian dari masyarakat dalam       lingkupan        profesinya.
Tiga watak kerja profesionalisme
1.      kerja seorang profesional itu beritikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi yang digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materiil
2.      kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang panjang, ekslusif dan berat.
3.      Kerja seorang professional diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral harus menundukan diri pada sebuah mekanisme control berupa kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama didalam sebuah organisasi profesi.
            Selanjutnya, karena kelompok professional merupakan kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesame profesi sendiri, kehadiran organisasi profesi dengan perangkat “ built in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan disisi lain melindungi. Masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian. (Wignjosoebroto, 1999).
            Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semual dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.
            Yang harus kita ingat dan pahami betul bahwa “PEKERJAAN / PROFESI” dan “PROFESIONAL” terdapat beberapa perbedaan :
  1. Profesi
a.       Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus
b.      Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu)
c.       Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup
d.      Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.
  1. Profesional
a.       Menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen
b.      Mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi
c.       Mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat.
d.      Menentukan baku standar nya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.
Etos kerja Profesional :
  1. Etos 1
·         Kerja adalah rahmat
o   Aku bekerja tulus penuh syukur
  1. Etos 2
·         Kerja adalah amanah
o   Aku bekerja benar penuh tanggung jawab
  1. Etos 3
·         Kerja adalah panggilan
o   Aku bekerja tuntas penuh integritas
  1. Etos 4
·         Kerja adalah aktualisasi
o   Aku bekerja keras penuh semangat
  1. Etos 5
·         Kerja adalah ibadah
o   Aku bekerja serius penuh kecintaan
  1. Etos 6
·         Kerja adalah seni
o   Aku bekerja cerdas penuh kreativitas
  1. Etos 7
·         Kerja adalah kehormatan
o   Aku bekerja tekun panuh keunggulan
  1. Etos 8
·         Kerja adalah pelayanan
o   Aku bekerja sempurna penuh kerendahan hati
            Nilai professional dapat disebut juga dengan istilah asas etis. (chung, 1981) mengemukakan empat asas etis yaitu :
  1. Menghargai harkat dan martabat.
  2. Peduli dan bertanggung jawab.
  3. Integritas dalam hubungan.
  4. Tanggung jawab terhadap masyarakat.
2.3 ETIKA PROFESI
A. Pengertian Etika Profesi
            Etika profesi adalah keterampilan seseorang dalam suatu pekerjaan utama yang diperoleh dari jalur pendidikan. Atau pengalaman dan dilaksanakan secara continue, serius, merupakan sumber utama untuk mencari nafkah.
            Etika profesi menurut keiser dalam ( Suhrawardi Lubis, 1994:6-7 ) adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.
Beberapa pengertian tentang etika profesi, diantaranya yaitu :
  1. Merupakan hasil pengaturan diri profesi yang bersangkutan dan ini perwujudan moral yang hakiki, yang tidak dapat dipaksakan dari luar.
  2. Dapat berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri.
  3. Merupakan rumusan norma moral manusia yang mengemban profesi itu.
  4. Merupakan upaya pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggotanya.
Etika profesi :
  1. Memiliki kepribadian yang tangguh yang bercirikan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kreatif, mandiri.
  2. Memiliki wawasan kependidikan, psikologi, budaya peserta didik dan lingkungan.
  3. Mampu melaksanakan praktik bimbingan dan konseling secara professional.
  4. Mampu memecahkan berbagai persoalan yang menyangkut bimbingan konseling.
  5. Mampu mengembangkan dan mempraktekkan kerja sama dalam bidangnya dengan pihak terkait.
  6. Memiliki wawasan psikososial kependidikan dan kemampuan memberdayakan warga belajar dalam konteks lingkungannya.
  7. Memiliki pengetahuan tentang hakikat, tujuan, prinsip evaluasi pendidikan.
Etika profesi :
  1. Mampu menerapkan fungsi managemen dan kepemimpinan pendidikan dalam berbagai konteks.
  2. memiliki wawasan tentang filosofi, strategi dan prosedur pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum untuk berbagai konteks.
  3. Memiliki wawasan yang luas tentang teknologi pembelajaran.
  4. Mampu menerapkan berbagai prinsip teknologi pembelajaran dalam berbagai konteks.
  5. Mampu memecahkan masalah pendidikan melalui teknologi pembelajaran.
  6. Mampu mengembangkan dan mempraktikan kerjasama dalam bidangnya dengan pihak terkait.
            Adapun yang dibicarakan dalam makalah ini yaitu etika profesi yang menyangkut hubungan manusia dengan sesamanya dalam satu lingkup profesi serta bagaimana mereka harus menjalankan profesinya secara professional agar diterima oleh masyarakat yang menggunakan jasa profesi tersebut. Dengan etika profesi diharapkan kaum professional dapat bekerja sebaik mungkin, serta dapat mempertanggung jawabkan tugas yang dilakukannya dari segi tuntutan pekerjannya.
B. Latar Belakang Etika Profesi
            Munculnya etika profesi sebenarnya berasal dari adanya penyimpangan perilaku dari penyandang profesi terhadap sistem nilai, norma, aturan ketentuan, yang berlaku dalam profesinya. Tidak adanya komitmen pribadi dalam melaksanakan tugas, tidak jujur, tidak bertanggung jawab, tidak berdedikasi, tidak menghargai hak orang lain, tidak adil dan semacamnya. Menurut Bambang (2007 : 45) mengapa orang memilih tindakan-tindakan tidak etis yaitu :
  1. Orang akan berbuat apa yang paling leluasa bisa diperbuatnya.
  2. Orang akan berbuat demi suatu kemenangan.
  3. Orang akan selalu mencoba merasionalisme pilihan-pilihannya dengan relativisme.
            Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit professional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite professional ini.

C. Prinsip-prinsip Etika Profesi
Prinsip-prinsip etika profesi meliputi :
  1. Tanggung jawab
Terdapat tanggung jawab yang diemban yakni : terhadap pelaksanaan pekerjaan tersebut dan terhadap hasilnya, terhadap dampak dari profesi tersebut untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.
  1. Keadilan
Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
  1. Otonomi
Prinsip ini menuntut agar setiap kaum professional memiliki dan diberi kebebasan dalam menjalankan profesinya.
Peranan etika dalam profesi :
  1. Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang atau segolongan orang saja,  tetapi milik setiap kelompok masyarakat bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama.
  2. Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.
  3. Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan, demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di daerah mewah, sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.
Tujuan memahami etika profesi :
  1. Ethical Sensibility.
  2. Ethical Reasoning.
  3. Ethical Conduct.
  4. Ethical Leadership.
Penghayatan nilai-nilai murni dalam etika profesi :
  1. Tanggung jawab
  2. Memerlukan komitmen tinggi
  3. Pengorbanan dan kesabaran
  4. Memerlukan kekuatan diri
  5. Akhlak mulia dan nilai-nilai murni.
2.4 KODE ETIK
A. Kode Etik
            Kode yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatansuatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis. Kode etik yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun ditempat kerja. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Kode etik dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, atau pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan, pekerjaan bahka berprilaku.
            Kode yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang disepakati untuk maksudmaksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis. Kode Etik Dapat diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam standart perilaku anggotanya. Nilai professional paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat.
            Kode etik dijadikan standart aktvitas anggota profesi, kode etik tersebut sekaligus sebagai pedoman (guidelines). Masyarakat pun menjadikan sebagai perdoman dengan tujuan mengantisipasi terjadinya bias interaksi antara anggota profesi. Bias interaksi merupakan monopoli profesi., yaitu memanfaatkan kekuasan dan hak-hak istimewa yang melindungi kepentingan pribadi yang betentangan dengan masyarakat. Oteng/ Sutisna (1986: 364) mendefisikan bahwa kode etik sebagai pedoman yang memaksa perilaku etis anggota profesi. Konvensi nasional IPBI ke-1 mendefinisikan kode etik sebagai pola ketentuan, aturan, tata cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan aktifitas maupun tugas suatu profesi. Bahsannya setiap orang harus menjalankan serta mejiwai akan Pola, Ketentuan, aturan karena pada dasarnya suatu tindakan yang tidak menggunakan kode etik akan berhadapan dengan sanksi.
            Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
B. Tujuan Kode Etik
            Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut :
  1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi,
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar pihak luar jangan sampai memandang rendah suatu profesi. Oleh karena itu, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindakan atau prilaku anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi tersebut terhadap dunia luar. Dari segi ini, kode etik juga sering kali disebut kode kehormatan.
  1. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya.
Yang dimaksud kesejahteraan disini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau material) maupun kesejahteraan batin (spiritual atau mental). Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kesejahteraan para anggotanya. Dalam hal kesejahteraan batin para anggota profesi, kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk kepada para anggotanya untuk melaksanakan profesinya dengan baik.
3.   Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
4.      Untuk meningkatkan mutu profesi.
Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berudaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
5.      Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, setiap anggota profesi diwajibkan untuk aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.
6.      Meningkatkan layanan diatas keuntungan pribadi.
7.      Mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat.
8.      Menentukan baku standar nya sendiri.

C. Fungsi kode etik
            Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi. Fungsi seperti itu sama seperti apa yang dikemukakan Gibson dan Michel (1945 : 449) yang lebih mementingkan pada kode etik sebagai pedoman pelaksanaan tugas professional dan pedoman bagi masyarakat sebagai seorang professional. Biggs dan Blocher (1986 : 10) mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu : melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah, mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi, melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.
Selain yang diatas fungsi dari kode etik antara lain :
1.      Sebagai sarana control sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
2.      Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan.
3.      Mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dalam berbagai bidang. Kode etik yang ada dalam masyarakat Indonesia cukup banyak dan bervariasi. Umumnya pemilik kode etik adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat nasional, misalnya ikatan penerbit Indonesia (IKAPI), kode etik ikatan penasehat hukum Indonesia, kode etik jurnalistik Indonesia, kode etik advokasi Indonesia dan lain-lain. Ada sekitar tiga puluh organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki kode etik.
Sifat dan orientasi kode etik hendaknya :
1.      Singkat
2.      Sederhana
3.      Jelas dan konsisten
4.      Masuk akal
5.      Dapat diterima
6.      Praktis dan dapat dilaksanakan
7.      Komperhensif dan lengkap, dan
8.      Positif dalam formulasinya
Orientasi kode etik hendaknya ditujukan kepada :
1.      Rekan
2.      Profesi
3.      Badan
4.      Nasabah/pemakai
5.      Negara, dan
6.      Masyarakat
            Kode etik yang dihasilkan terdiri dari preambul dan 4 kategori pertanggungan jawab etika, masing-masing pada pribadi, masyarakat, sponsor, nasabah atau atasan dan pada profesi.
Kesulitan menyusun kode etik menyangkut
  1. Apakah yang dimaksudkan dengan kode etik dan bagaimana seharunya
  2. Bagaimana kode tersebut akan digunakan
  3. Tingkat rincian kode etik, dan  
  4. Siapa yang menjadi sasaran kode etik dan kode etik diperuntukkan bagi kepentingan siapa.
D. Penetapan Kode Etik      
            Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu orgnisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota yang bukan atau tidak menjadi anggota profesi tersebut. Kode etik suatu profesi hanya akan mempunyaipengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika semua orang yang menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam organisasi profesi yang bersangkutan. Apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung di dalam suatu organisasi atau ikatan professional, maka barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran yang serius terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.
E. Kode Etik Profesi
            Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam mengarungi kehidupannya dimasyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya. Dalam kode etik profesi juga terdapat larangan-larangan, yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka yang merupakan anggota profesi. Tidak hanya itu, kode etik profesi pun berisi tentang tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat. Dengan demikian kode etik profesi berperan sebagai sarana control social bagi mayarakat atas profesi yang bersangkutan.
            Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah lakudan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi adalah suatu norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat sehingga jika satu anggota berbuat menyimpang dari kode etiknya, maka kelompok profesi tersebut akan tercemar dimata masyarakat (Bertens dalam Abdulkadir Muhammad, 1997 : 77).
            Menurut Abdulkadir Muhammad (1997 :77), menyatakan bahwa pada dasarnya kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis suatu profesi, sehingga kode etik profesi dapat diubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Disini dia juga memaparkan bahwa kode etis profesi merupakan rumusan norma moral manusia yang mengemban profesi itu. Kode etik profesi menjadi tolok ukur perbuatan anggota kelompok profesi, sehingga kode etik digunakan sebagai upaya pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggotanya. Dengan demikian, kode etik keprofesian pada hakekatnya merupakan suatu sistem peraturan atas perangkat, prinsip-prinsip keprilakuan yang telah diterima kelompok orang-orang yang tergabung dalam himpunan organisasi keprofesian tertentu.
            Kode etik profesi adalah sistem norma, nilai dan aturan professional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi professional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik yaitu agar professional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak professional.
            Kode etik profesi sebetulnya merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah sumpah Hipokrates yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter. Hipokrates adalah doktren Yunani kuno yang digelari : Bapak Ilmu Kedokteran. Beliau hidup dalam abad ke 5 SM. Menurut ahli-ahli sejarah belum tentu sumpah ini merupakan buah pena Hipokrates sendiri, tetapi setidaknya berasal dari murid-muridnya dan meneruskan semangat professional yang diwariskan oleh dokter Yunani ini.    
            Kode etik profesi dapat menjadi penyeimbang segi segi negative dari suatu profesi, sehingga kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat. Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti.
            Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis. Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri.  Kode etik tidakakan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi lain karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri.
            Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang professional.
F. Tujuan & Fungsi Kode Etik Profesi
Tujuan kode etik profesi :
  1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
  2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
  3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
  4. Untuk meningkatkan mutu profesi
  5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
  6. Meningkatkan layanan diatas keuntungan pribadi
  7. Mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat
  8. Menentukan baku standarnya sendiri
            Sumaryono dalam Abdulkadir Muhammad menjelaskan beberapa alasan kenapa kode etik profesi perlu dirumuskan secara tertulis, alasan-alasan itu adalah (fungsi kode etik profesi) :
  1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan.Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dia lakukan dan yang tidak boleh dilakukan.

  1. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol social bagi    masyarakat atas profesi yang bersangkutan.Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan kerja (kalangan social).

  1. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.

            Kode etik yang ada dalam masyarakat Indonesia cukup banyak dan bervariasi. Umumnya pemilik kode etik adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat nasional misalnya IKAPI dan lainnya. Ada sekitar tiga puluh organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki kode etik. Suatu gejala agak baru adalah bahwa sekarang ini perusahaan-perusahaan swasta cenderung membuat kode etik sendiri. Rasanya dengan itu mereka ingin memamerkan mutu etisnya dan sekaligus meningkatkan kredibilitasnya dank arena itu pada prinsipnya patut dinilai positif
            Namun dalam kenyataannya tidak sedikit para professional sering kali mengabaikan kode etik profesi yang telah ada dan ditetapkan, hal ini terjadi bukan karena tanpa alasan pastinya. Alasan-alasan yang mendasar kenapa para professional mengabaikan kode etik profesi, diantaranya adalah :
  1. Pengaruh sifat kekeluargaan
  2. Pengaruh jabatan
  3. Pengaruh konsumerisme
  4. Karena lemahnya keimanan
            Contoh dalam dunia konstruksi misalnya, yaitu hubungan insinyur pemborong dengan pimpinan proyek (konsultan pengawas). Insinyur pemborong bangunan sepakat membangun gedung menurut konstruksi yang ditetapkan dalam kontrak kerja. Kontrak menyatakan bahwa semua bahan kayu adalah kayu kelas 1, namun kenyataannya bahan kayu yang dipasanga adalah kayu dengan mutu kelas 2, disini terjadi pengurangan nilai yang hal ini terjadi karena adanya kolusi bermotif mencari keuntungan yang sebesar-besarnya antara pemborong dengan konsultan pengawas. Hal ini jelas sekali melanggar kode etik profesi yang di sebabkan kurangnya iman, sehingga mencari keuntungan dengan cara yang melanggar etika yang berlaku.
            Dengan demikian kode etik keprofesian itu memiliki kedudukan, peran dan fungsi yang sangat penting dan strategis dalam menopang keberadaan dan kelangsungan hidup suatu profesi di mata msyarakat. bagi para pengemban tugas profesi akan menjadi pedoman dalam bertindak serta acuan dasar dalam segala bentuk keprilakuannya dalam rangka memelihara dan menjunjung tinggi martabat dan wibawa serta kredibilitas visi, misi dan fungsi bidang profesinya. dengan demikian maka kode etik itu dapat merupakan acuan normatif dan juga operasional.
            Bagi para pemakai jasa layanan profesional, kode etik juga merupakan landasan jika di pandang perlu untuk mengajukan tuntutan kepada pihak yang berwenang dalam hal terjadinya sesuatu yang tidak diharapkan dari pengemban profesi yang bersangkutan, sedangkan bagi para pembina dan penegak kode etik khususnya dan penegak hukum pada umumnya, kode etik merupakan landasan yang bertindak sesuai dengan keperluannya, termasuk pemberlakuan sanksi keprofesian bagi pihak-pihak yang terkait.
G. Sanksi Pelanggaran Kode Etik
            Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang professional
            Sering kita jumpai bahwa ada kalanya Negara mencampuri urusan profesi sehingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila hanya demikian, maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang bersifat memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana.
            Sebagai contoh jika seseorang anggota profesi bersaing secara tidak jujur atau curang dengan sesame anggota profesinya, dan jika kecurangan itu dianggap serius maka ia dapat dituntut dipengadilan. Pada umumnya karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik akan mendapat celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah si pelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi tertentu, menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap dan tidak main-main.
            Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri harus menjadi hasil Self Regulation (pengaturan diri) dari profesi. Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang beirisikan nilai-nilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiriyang bisa mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya diawasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik.
            Dalam setiap penetapan aturan atau tata tertibtidak lepas dengan yang namanya sanksi bagi para pelanggar peraturan atau tata tertib tersebut. Begitu juga dalam penetapan kode etik sebuah profesi, maka juga ada sanksi-sanksi yang bagi anggota yang melanggar kode etik tersebut. Menurut Mulyasa (2007 : 46) menjelaskan, bahwa sanksi pelanggaran kode etik tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Sanksi moral
Berupa celaan dari rekan-rekannya. Karena pada umumnya kode etik merupakan landasan moral, pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan.
2.      Sanksi dikeluarkan daro organisasi
Merupakan sanksi yang dianggap terberat
            Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, sering kali kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan professional, seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman sejawat melanggar kode etik. Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self regulation yang terwujud dalam kode etik, seperti kode itu berasal dari niat profesi mengatur dirinya sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan profesi untuk menjalankan control terhadap pelanggar. Namun demikian, dalam praktek sehari-hari control ini tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat antara anggota-anggota profesi, seorang professional mudah merasa segan melaporkan teman sejawat yang melakukan pelanggaran. Tetapi dengan perilaku semacam itu solidaritas antar kolega ditempatkan diatas kode etik profesi dan dengan demikian maka kode etik profesi itu tidak tercapai, karena tujuan yang sebenarnya adalah menempatkan etika profesi diatas pertimbangan-pertimbangan lain. Lebih lanjut masing-masing pelaksana profesi harus memahami betul tujuan kode etik profesi baru kemudian dapat melaksanakannya.
            Kode etik profesi berfungsi sebagai pelindung dan pengembangan profesi. Dengan telah adanya kode etik profesi, masih banyak kita temui pelanggaran-pelanggaran ataupun penyalah gunaan profesi. Apalagi jika kode etik profesi tidak ada, maka akan semakin banyak terjadi pelanggaran. Akan semakin banyak terjadi penyalah gunaan profesi.
Menurut Harris [1995] ruang gerak seorang profesional ini akan diatur melalui etika profesi yang distandarkan dalam bentuk kode etik profesi. Pelanggaran terhadap kode etik profesi bisa dalam berbagai bentuk, meskipun dalam praktek yang umum dijumpai akan mencakup dua kasus utama, yaitu:
1.    Pelanggaran terhadap perbuatan yang tidak mencerminkan respek terhadap nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi oleh profesi itu. Memperdagangkan jasa atau membeda-bedakan pelayanan jasa atas dasar keinginan untuk mendapatkan keuntungan uang yang berkelebihan ataupun kekuasaan merupakan perbuatan yang sering dianggap melanggar kode etik profesi
2.    Pelanggaran terhadap perbuatan pelayanan jasa profesi yang kurang mencerminkan kualitas keahlian yang sulit atau kurang dapat dipertanggung-jawabkan menurut standar maupun kriteria profesional
2.5 ETIKA PROFESI KEGURUAN
A. Pengertian Guru
            Orang yang mengajar dikenali sebagai guru. Perkataan guru adalah hasil gabungan dua suku kata yaitu `Gur’ dan `Ru’. Dalam bahasa jawa, Gu diambil dari pada perkataan gugu bermakna boleh dipercayai manakala Ru diambil dari pada perkataan tiru yang bermaksud boleh diteladani atau dicontohi. Oleh itu, Guru” bermaksud seorang yang boleh ditiru perkataannya, perbuatannya, tingkah lakunya, pakaiannya, amalannya dan boleh dipercayai bermaksud keamanahan yang dipertanggung jawabkan kepadanya untuk dilakukan dengan jujur.

            Guru adalah sebuah profesi, sebagaimana profesi lainnya merujuk pada pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan. Suatu profesi tidak bisa di lakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau dipersiapkan untuk itu. Suatu profesi umumnya berkembang dari pekerjaan (vocational), yang kemudian berkembang makin matang serta ditunjang oleh tiga hal: keahlian, komitmen, dan keterampilan, yang membentuk sebuah segitiga sama sisi yang di tengahnya terletak profesionalisme.
            Robert B. Howsan ct. Al. (1976) menulis bahwa guru dilihat sebagai profesi yang baru muncul. Oleh karena itu, ia mempunyai sesuatu yang lebih tinggi dari jabatan semi professional. Malahan mendekati jabatan profesional penuh. Pada saat sekarang seperti telah dijelaskan juga bahwa ke depan sebagian orang cenderung mengatakan bahwa guru sebagai suatu profesi dan sebagian lagi tidak mengakuinya.

            Menurut Dr. B. Kieser. “Jabatan guru dapat dikatakan sebuah profesi karena menjadi seorang guru dituntut suatu keahlian” tertentu (mengajar, mengelola kelas, merancang pengajaran) dan dari pekerjaan ini seseorang dapat memiliki nafkah bagi kehidupan selanjutnya. Hal ini berlaku sama pada pekerjaan lain. Namun dalam perjalanan selanjutnya, mengapa profesi guru menjadi berbeda dari pekerjaan lain,”profesi guru” termasuk ke dalam profesi khusus selain dokter, penasihat hukum, pastur. Kekhususannya adalah bahwa hakekatnya terjadi dalam suatu bentuk pelayanan manusia atau masyarakat. Orang yang menjalankan profesi ini hendaknya menyadari bahwa ia hidup dari padanya, itu haknya; ia dan keluarga-nya harus hidup akan tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang menjadi motivasi utamanya, melainkan kesediaannya untuk melayani sesama.

            Menurut Dedi Supriadi (1999), profesi kependidikan dan/atau keguruan dapat disebut sebagai profesi yang sedang tumbuh (emerging profession) yang tingkat kematangannya belum sampai pada apa yang telah dicapai oleh profesi-profesi tua (old profession) seperti: kedokteran, hukum, notaris, farmakologi, dan arsitektur. Selama ini, di Indonesia, seorang sarjana pendidikan atau sarjana lainnya yang bertugas di institusi pendidikan dapat mengajar mata pelajaran apa saja, sesuai kebutuhan/kekosongan/kekurangan guru mata pelajaran di sekolah itu, cukup dengan “surat tugas” dari kepala sekolah.

            Senada dengan itu, secara implisit, dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan, bahwa guru adalah : tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (pasal 39 ayat 1).
            Pada dasarnya profesi guru adalah profesi yang sedang tumbuh. Walaupun ada yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan semiprofesional, namun sebenarnya lebih dari itu. Hal ini dimungkinkan karena jabatan guru hanya dapat diperoleh pada lembaga pendidikan yang lulusannya menyiapkan tenaga guru, adanya organisasi profesi, kode etik dan ada aturan tentang jabatan fungsional guru (SK Menpan No. 26/1989).
            Usaha profesionalisasi merupakan hal yang tidak perlu ditawar-tawar lagi karena uniknya profesi guru. Profesi guru harus memiliki berbagai kompetensi seperti kompetensi profesional, personal dan sosial. Jabatan guru dilator belakangi oleh adanya kebutuhan tenaga guru. Kebutuhan ini meningkat dengan adanya lembaga pendidikan yang menghasilkan calon guru untuk menghasilkan guru yang profesional. Pada masa sekarang ini LPTK menjadi satu-satunya lembaga yang menghasilkan guru. Walaupun jabatan profesi guru belum dikatakan penuh, namun kondisi ini semakin membaik dengan peningkatan penghasilan guru, pengakuan profesi guru, organisasi profesi yang semakin baik, dan lembaga pendidikan yang menghasilkan tenaga guru sehingga ada sertifikasi guru melalui Akta Mengajar. Organisasi profesi berfungsi untuk menyatukan gerak langkah anggota profesi dan untuk meningkatkan profesionalitas para anggotanya. Setelah PGRI yang menjadi satu-satunya organisasi profesi guru di Indonesia, kemudian berkembang pula organisasi guru sejenis (MGMP).
B. Perkembangan Profesi Guru
            Kegiatan pengembangan profesi adalah, kegiatan guru dalam rangka penerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan keterampilan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi pendidikan pada umumnya maupun lingkup sekolah pada khususnya.
            Guru adalah tenaga profesi yang melaksanakan proses pembelajaran. Jika guru dapat menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama, baik kepala sekolah, guru, siswa, dan staf, berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan maka akan tercipta lingkungan kerja yang nyaman. Sebagai jabatan profesi, guru harus meningkatkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan secara terus-menerus. Di samping guru harus menjawab tantangan perkembangan masyarakat, jabatan guru harus selalu dikembangkan.
            Untuk peningkatan guru tersebut, setiap sekolah seharusnya mengadakan in service training. In service training tidak hanya pada wilayah prinsip-prinsip pendidikan (pengajaran), melainkan juga pada wilayah teknis pragmatis dan aktivitas pengajaran sehari-hari. Maksudnya, dalam hal ini adalah guru dituntut untuk selalu membaca, dan belajar, serta memburu ilmu-ilmu pendidikan yang setiap saat berkembang untuk kemudian diterapkan dalam pelaksanaan pengajaran sehari-hari.
            Usaha mengembangkan profesi guru ini, hal tersebut dapat dilakukan dari dua segi, yaitu dari segi eksternal dan internal. Dari segi eksternal, yaitu dorongan seorang pemimpin kapada guru untuk mengikuti penataran atau kegiatan akademik yang memberikan kesempatan guru untuk belajar lagi. Sedangkan dari segi internal, guru dapat berusaha belajar sendiri untuk dapat berkembang dalam jabatannya. Dalam kaitan dengan Usaha mengembangkan profesi guru, profesi guru ini perlu dikembangkan guna pemeliharaan dan perawatan profesi guru. Dengan demikian guru akan lebih efektif dan efisien dalam melakukan tugas profesi. Pemerintah melalui presiden sudah mencanangkan guru sebagai profesi pada tanggal 2 desember 2004. Guru sebagai profesi dikembangkan melalui: pertama Sistem Pendidikan, kedua Sistem penjaminan mutu, ketiga sistem manajemen, dan keempat sistem pendukung profesi guru-guru.
C. Ruang Lingkup Keguruan
            Ruang lingkup layanan guru dalam melaksanakan profesinya, yaitu terdiri atas layanan administrasi pendidikan,  layanan instruksional dan  layanan bantuan, yang ketiganya berupaya untuk meningkatkan perkembangan siswa secara optimal.
            Ruang lingkup profesi guru dapat pula dibagi ke dalam dua gugus yaitu gugus pengetahuan dan penguasaan teknik dasar profesional dan gugus kemampuan profesional. Kompetensi kepribadian merupakan sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan kemampuan pribadi dengan segala karakteristik yang mendukung terhadap pelaksanaan tugas guru.
Beberapa kompetensi kepribadian guru antara lain sebagai berikut :
1.      Beriman dsn bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
2.      Percaya kepada diri sendiri.
3.      Tenggang rasa dan toleran.
4.      Bersikap terbuka dan demokratis.
5.      Sabar dalam menjalani profesi keguruannya.
6.      Mengembangkan diri bagi kemajuan profesinya.
7.      Memahami tujuan pendidikan.
8.      Mampu menjalin hubungan insani.
9.      Memahami kelebihan dan kekurangan diri.
10.  Kreatif dan inovatif dalam berkarya.
D. Syarat-syarat Profesi Guru
            Dalam bidang profesi guru National Education Association (NEA) dalam Udin Syaefudin menyarankan syarat-syarat profesi keguruan. Adapun syarat-syarat profesi keguruan adalah sebagai berikut :
  1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
  2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
  3. Jabatan yang memerlukan persiapan professional yang lama (dibandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
  4. Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
  5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
  6. Jabatan yang menentukan baku standarnya sendiri.
  7. Jabatan yang lebih mementingakan layanan diatas keuntungan pribadi.
  8. Jabatan yang mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat.
            Tujuan kegiatan pengembangan profesi guru adalah untuk meningkatkan mutu guru agar guru lebih profesional dalam pelaksanaan tugas pada bidang pengembangan profesi, meliputi kegiatan sebagai berikut :
  1. Melakukan kegiatan karya tulis / karya ilmiah dibidang pendidikan.
  2. Membuat alat pelajaran / alat peraga / alat bimbingan.
  3. Menciptakan karya seni.
  4. Menemukan teknologi tepat guna dibidang pendidikan.
  5. Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.
E. Karakteristik Profesi Guru
            Ada beberapa karakteristik profesi guru yang disukaioleh siswa yaitu sebagai berikut :
  1. Demokratis.
Yaitu guru yang memberikan kebebasan kepada anak disamping mengadakan mengadakan pembatasan-pembatasan tertentu, tidak bersifat otoriter, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan serta dalam berbagai kegiatan.
  1. Suka bekerja sama (kooperatif).
Yaitu guru yang bersifat saling memberi dan menerima serta dilandasi oleh kekeluargaan dan toleransi yang tinggi.

  1. Baik hati.

Yaitu suka memberi dan berkorban untuk kepentingan anak didiknya.

  1. Sabar.

Yakni guru yang tidak suka marah dan lekas tersinggung serta suka menahan diri.

  1. Adil.

Yakni tidak membeda-bedakan anak didik dan memberi anak didik sesuai dengan kesempatan yang sama bagi semuanya.

  1. Konsisten.

Yakni selalu berkata dan bertindak sama sesuai dengan ucapannya.

  1. Bersifat Terbuka.

Yaitu bersedia menerima kritik dan saran serta mengakui kekurangan dan kelemahannya.

  1. Suka Menolong.

Yakni suka membantu anak-anak yang mengalami kesulitan atau masalah tertentu.

  1. Ramah Tamah.

Yakni mudah bergaul dan disenangi oleh semua orang, tidak sombong dan bersedia bertindak sebagai pendengar yang baik disamping sebagai pembicara yang baik.

  1. Suka Humor.

Yakni pandai membuat anak-anak menjadi gembira dan dan tidak tegang atau terlalu serius.

  1. Memiliki berbagai ragam macam minat.

Artinya dengan bermacam minat akan merangsang siswa dan dapat melayani berbagai minat anak.

  1. Menguasai bahan pelajaran.

Yaitu dapat menyampaikan materi pelajaran dengan lancar dan menumbuhkan semangat dikalangan anak.

  1. Fleksibel.

Yakni tidak kaku dalam bersikap dan berbuat serta pandai menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

  1. Menaruh minat yang baik kepada siswa.

Yakni peduli dan perhatian kepada minat siswa.

  1. Selalu punya energy untuk siswanya.

Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di setiap percakapan atau diskusi dengan mereka. Guru yang baik juga punya kemampuam mendengar dengan seksama.

  1. Punya tujuan jelas untuk pelajaran.

Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran dan bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas.

  1. Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif.

Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif sehingga bisa  mempromosikan perubahan perilaku positif di dalam kelas.

  1. Punya keterampilan manajemen kelas yang baik.

Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik, saat siswa belajar dan bekerja sama secara efektif,  membiasakan menanamkan rasa hormat kepada seluruh komponen didalam kelas.

  1. Bisa berkomunikasi baik dengan Orang Tua.

Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan orang tua dan membuat mereka selalu update informasi tentang apa yang sedang terjadi di dalam kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu lainnya. Mereka membuat diri mereka selalu bersedia memenuhi  panggilan telepon, rapat, email dan sekarang, twitter.

  1. Punya harapan yang tinggi pada siswanya

Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi dari siswa dan mendorong semua siswa dikelasnya untuk selalu bekerja dan mengerahkan potensi terbaik mereka.

  1. Pengetahuan tentang kurikulum.

Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam tentang kurikulum sekolah dan standar-standar lainnya. Mereka dengan sekuat tenaga  memastikan pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu.

  1. Pengetahuan tentang subyek yang diajarkan.

Hal ini mungkin sudah jelas, tetapi kadang-kadang diabaikan. Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan yang luar biasa dan antusiasme untuk subyek yang mereka ajarkan. Mereka siap untuk menjawab pertanyaan dan menyimpan bahan menarik bagi para siswa, bahkan bekerja sama dengan bidang studi lain demi pembelajaran yang kolaboratif.

  1. Selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anak dan proses pengajaran.

Seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja dengan anak-anak. Mereka gembira bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupan  mereka dan memahami dampak atau pengaruh yang mereka miliki dalam kehidupan siswanya, sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa.

  1. Punya hubungan yang berkualitas dengan siswa.

Seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling hormat menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang dapat dipercaya.

            Setiap guru seharusnya mengetahui peranan dan tugas mereka secara terperinci jika mereka ingin berusaha melakukan dan menghasilkan pengajaran yang berkesan. Diantara tugas seorang guru ialah :

  1. Menyampaikan ilmu pengetahuan.

  1. Menyampaikan maklumat.

  1. Menyampaikan dan memberi kemahiran, serta

  1. Memupuk nilai-nilai murni dan luhur sebagaimana yang telah disebutkan diatas.

            Manakala peranan guru pula ialah sebagai pembimbing, pendidik, pembaharu, contoh dan teladan, pencari dan penyelidik, penasihat dan konselor, pencipta dan pereka, pencerita dan pelakon, penggalak dan perangsang, pengilham cita-cita, pengurus dan perancang, penilai, pemerhati, rakan dan kawan pelajar, doktor dan pengubat, penguat kuasa, pemberi petunjuk orang yang berwibawa dan sebagainya. Jelas menunjukkan bahawa menjadi seorang guru merupakan satu tugas dan peranan yang agak berat. Sebenarnya, jika anda anggap tugas itu berat, maka beratlah ia. Jika anda terima ia sebagai satu cabaran dengan cara yang positif, maka mudahlah ia.
F. Pengembangan Sikap Profesi Keguruan
            Seperti telah diungkapkan, bahwa dalam rangka meningkatkan mutu, baik mutu professional, maupun mutu layanan, guru harus pula meningkatkan sikap profesionalnya. Ini berarti bahwa ketujuh sasaran penyikap yang telah dibicarakan harus selalu dipupuk dan dikembangkan. Pengembangan sikap professional ini dapat dilakukan baik selagi dalam pendidikan prajbatan maupun setelah bertugas (dalam jabatan).
  1. Pengembangan sikap selama Pendidikan Prajabatan.
Dalam pendidikan prajabatan, calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu, bagaiman guru bersikap terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat.
Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru. Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan dan bahkan sikap professional dirancang dan dilaksanakan selama calon guru berada dalam pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai hasil sampingan (by-product) dari pengetahuan yang diperoleh calon guru. Sikap teliti dan disiplin, misalnya dapat terbentuk sebagai hasil sampingan dari hasil belajar matematika yang benar, karena belajar matematika selalu menuntut ketelitian dan kedisiplinan penggunaan aturan dan prosedur yang telah ditentukan. Sementara itu tentu saja pembentukan sikap dapat di berikan dengan membarikan pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan khusus yang direncanakan, sebagaimana halnya mempelajari Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang memberikan kepada seluruh siswa sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
  1. Pengembangan sikap selama dalam Jabatan.
Pengembangan sikap professional tidak berhenti apabila calon guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan sikap professional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai guru. Seperti telah disebut, peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya, ataupun secara informal melalui media masa televisi, radio, koran, dan majalah maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan sikap professional keguruan.   
Empat peran pendidik :
  1. Pendidik sebagai Fasilitator.
a.       Mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik.
b.      Trampil merancang suatu media pembelajaran yang cocok.
  1. Pendidik sebagai Pengelola
a.       Merancang tujuan belajar, secara kreatif – imajinatif.
b.      Mengorganisasikan berbagai sumber belajar untuk mewujudkan tujuan belajar.
c.       Memimpin, meliputi memotivasi, menstimulasi peserta didik.
d.      Mengawasi, supaya berfungsi sesuai dengan tujuan.
  1. Pendidik sebagai Demonstrator
a.       Menjadi teladan ideal bagi peserta didik.
  1. Pendidik sebagai Evaluator
a.       Mampu merancang berbagai instrument evaluasi seperti mengontruksi  tes, observasi, wawancara, angket dan lainnya.
b.      Mampu mengolah data dan mengambil keputusan tepat
G. Tuntuan Seorang Guru
            Berikut akan diuraikan tentang dua tuntutan yang harus dipilih dan dilaksanakan guru dalam upaya mendewasakan anak didik. Tuntutan itu adalah:
  1. Mengembangkan visi anak didik tentang apa yang baik dan mengembangkan self esteem anak didik.
  2. Mengembangkan potensi umum sehingga dapat bertingkah laku secara kritis terhadap pilihan-pilihan. Secara konkrit anak didik mampu mengambil keputusan untuk menentukan mana yang baik atau tidak baik.
            Apabila seorang guru dalam kehidupan pekerjaannya menjadikan pokok satu sebagai tuntutan yang dipenuhi maka yang terjadi pada anak didik adalah suatu pengembangan konsep manusia terhadap apa yang baik dan bersifat eksklusif. Maksudnya adalah bahwa konsep manusia terhadap apa yang baik hanya dikembangkan dari sudut pandang yang sudah ada pada diri siswa sehingga tak terakomodir konsep baik secara universal. Dalam hal ini, anak didik tidak diajarkan bahwa untuk mengerti akan apa yang baik tidak hanya bertitik tolak pada diri siswa sendiri tetapi perlu mengerti konsep ini dari orang lain atau lingkungan sehingga menutup kemung-kinan akan timbulnya visi bersama (kelompok) akan hal yang baik.
            Berbeda dengan tujuan yang pertama, tujuan yang kedua lebih menekankan akan kemampuan dan peranan lingkungan dalam menentukan apa yang baik tidak hanya berdasarkan pada diri namun juga pada orang lain berikut akibatnya. Di lain pihak guru mempersiapkan anak didik untuk melaksanakan kebebasannya dalam mengembangkan visi apa yang baik secara konkrit dengan penuh rasa tanggung jawab di tengah kehidupan bermasyarakat sehingga pada akhirnya akan terbentuklah dalam diri anak sense of justice dan sense of good. Komitmen guru dalam mengajar guna pencapaian tujuan mengajar yang kedua lebih lanjut diuraikan bahwa guru harus memiliki loyalitas terhadap apa yang ditentukan oleh lembaga (sekolah). Sekolah selanjutnya akan mengatur guru, KBM dan siswa supaya mengalami proses belajar-mengajar yang berlangsung dengan baik dan supaya tidak terjadi penyalahgunaan jabatan. Namun demikian, sekolah juga perlu memberikan kebebasan bagi guru untuk mengembangkan, memvariasikan, kreativitas dalam merencanakan, membuat dan mengevaluasi sesuatu proses yang baik (guru mempunyai otonomi). Hal ini menjadi perlu bagi seorang yang profesional dalam pekerjaannya.
            Masyarakat umum juga dapat membantu guru dalam proses kegiatan belajar mengajar. Hal ini dimungkinkan karena masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap `proses’ anak didik. Masyarakat dapat mengajukan saran, kritik bagi lembaga (sekolah). Lembaga (sekolah) boleh saja mempertimbangkan atau menggunakan masukan dari masyarakat untuk mengembangkan pendidikan tetapi lembaga (sekolah) atau guru tidak boleh bertindak sesuai dengan kehendak masyarakat karena hal ini menyebabkan hilangnya profesionalitas guru dan otonomi lembaga (sekolah) atau guru. Dengan demikian, pemahaman akan visi pekerjaan sesuai dengan etika moral profesi perlu dipahami agar tuntutan yang diberikan kepada guru bukan dianggap sebagai beban melainkan visi yang akan dicapai guru melalui proses belajar mengajar. Guru perlu diberikan otonomi untuk mengembangkan dan mencapai tuntutan tersebut.
2.6. KODE ETIK GURU
Pasal 1
  1. Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara.
  2. Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pasa ayat (1) pasal ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah.
Pasal 2
  1. Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang.
  2. Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan.
Pasal 3
  1. Setiap guru mengucapkan sumpah/janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nilai moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia  sebagai pedoman bersikap dan berperilaku, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
  2. Sumpah/janji guru Indonesia diucapkan di hadapan pengurus organisasi profesi guru dan pejabat yang berwenang di wilayah kerja masing-masing.
  3. Setiap pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara satuan pendidikan.
Pasal 4
  1. Naskah sumpah/janji guru Indonesia dilampirkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kode Etik Guru Indonesia.
  2. Pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dapat dilaksanakan secara perorangan atau kelompok sebelum melaksanakan tugas.
Pasal 5
Kode etik guru bersumber dari :
  1. Nilai-nilai Agama dan Pancasila
  2. Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.  
  3. Nilai-nilai jati diri, harkat, dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah. emosional, intelektual, sosial, dan spiritual, 
Pasal 6
  1. Hubungan guru dengan peserta didik
a.       Guru berprilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b.      Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
c.       Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual  dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d.      Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
e.       Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
f.       Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
g.      Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h.      Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i.        Guru menjunjung tinggi harga diri,  integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
j.        Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k.      Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
l.        Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m.    Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n.      Guru tidak membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o.      Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
p.      Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
2.   Hubungan Guru dengan Orangtua / Wali murid
a.       Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
b.      Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.
c.       Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya.
d.      Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
e.       Guru bekomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
f.       Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi denganya berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita  anak atau anak-anak akan pendidikan.
g.      Guru tidak melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
  1. Hubungan Guru dengan Masyarakat
a.       Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan
b.      Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
c.       Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
d.      Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya.
e.       Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya.
f.       Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
g.      Guru tidak membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.
h.      Guru tidak menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan bermasyarakat.
  1. Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan sejawat
a.       Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi dan reputasi sekolah
b.      Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan.
c.       Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif.
d.      Guru menciptakan suasana kekeluargaan di didalam dan luar sekolah.
e.       Guru menghormati rekan sejawat.
f.       Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat.
g.      Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional.
h.      Guru  dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profesional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
i.        Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat profesional berkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran.
j.        Guru membasiskan-diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.
k.      Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.
l.        Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
m.    Guru tidak mengeluarkan pernyataan-keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi  sejawat atau calon sejawat.
n.      Guru tidak melakukan  tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan marabat pribadi dan profesional sejawatnya.
o.      Guru tidak mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
p.      Guru tidak membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
q.      Guru tidak menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.
  1. Hubungan Guru dengan Profesi
a.       Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.
b.      Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan mata pelajaran yang diajarkan.
c.       Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya.
d.      Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesional dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e.       Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f.       Guru tidak melakukan  tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya.
g.      Guru tidak menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya.
h.      Guru tidak mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.
  1. Hubungan Guru dengan Organisasi Profesinya
a.       Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan pendidikan.
b.      Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan.
c.       Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
d.      Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggung jawab atas konsekuensinya.
e.       Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f.       Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
g.      Guru tidak mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
h.      Guru tidak menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
  1. Hubungan Guru dengan Pemerintah
a.       Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU tentang system pendidikan nasional, undang-undang tentang guru dan dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
b.      Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
c.       Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya.
d.      Guru tidak melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara.
e.       Guru tidak menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
Pasal 7
  1. Guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan Kode Etik Guru Indonesia.
  2. Guru dan organisasi  guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia kepada rekan sejawat, penyelenggara pendidikan, masyarakat, dan pemerintah.
Pasal 8
  1. Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakana Kode Etik Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan profesi guru.
  2. Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
  3. Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan, sedang, dan berat.
Pasal 9
  1. Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhdap Kode Etik Guru Indonesia menjadi wewenang Dewan  Kehormatan Guru Indonesia.
  2. Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
  3. Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru.
  4. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru.
  5. Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia, organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang.
  6. Setiap pelanggar dapat melakukan pembelaan diri dengan atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan atau penasihat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
Pasal 10
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 11
  1. Setiap guru harus secara sungguh-sungguh menghayati, mengamalkan, serta menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia.
  2. Guru yang belum menjadi anggota organisasi profesi guru harus memilih organisasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  3. Dewan Kehormatan Guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah secara nyata melanggar Kode Etik Guru Indonesia.
            Kode etik guru sesungguhnya merupakan pedoman yang mengatur hubungan guru dengan teman kerja, murid dan wali murid, pimpinan dan masyarakat serta dengan misi tugasnya. Menurut Oteng Sutisna (1986 : 364) bahwa pentingnya kode etik guru dengan teman kerjanya difungsikan sebagai penghubung serta saling mendukung dalam bidang mensukseskan misi dalam mendidik peserta didik. Etika hubungan guru dengan peserta didik menuntut terciptanya hubungan berupa helping relationship (Brammer, 1979), yaitu hubungan yang bersifat membantu dengan mengupayakan terjadinya iklim belajar yang kondusif bagi perkembangan peserta didik. Dengan ditandai adanya perilaku empati, penerimaan dan penghargaan, kehangatan dan perhatian, keterbukaan dan ketulusan serta kejelasan ekspresi seorang guru.
Sebagai kalangan profesional, sudah waktunya guru Indonesia memiliki kode etik dan sumpah profesi. Guru juga harus memiliki kemampuan sesuai dengan standar minimal sehingga nantinya “tidak malapraktik” ketika mengajar. Adanya sumpah profesi dan kode etik guru, menurut Achmad Sanusi, sebagai rambu-rambu, rem, dan pedoman dalam tindakan guru khususnya saat kegiatan mengajar. Alasannya, guru harus bertanggung jawab dengan profesi maupun hasil dari pengajaran yang ia berikan kepada siswa. Jangan sampai terjadi malapraktik pendidikan.
            Etika Hubungan garis dengan pimpinan di sekolah menuntut adanya kepercayaan. Bahwa guru percaya kepada pimpinan dalam meberi tugas dapat dan sesuai dengan kemampuan serta guru percaya setiap apa yang telah dikerjakan mendapatkan imbalan dan sebaliknya bahwa pimpinan harus yakin bahwa tugas yang telah diberikan telah dapat untuk dilaksanakan. Guru sangat perlu memelihara hubungan baik dengan masyarakat untuk kepentingan pendidikan. Guru juga harus menghayati apa saja yang menjadi tanggung jawab tugasnya.
Ada beberapa kode etika guru di Indonesia antara lain sebagai berikut :
  1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila
  2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
  3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan
  4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar
  5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan
  6. Guru secara pribadi dan secara bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu da martabat profesinya
  7. Guru memelihara hubungan profesi semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan nasional
  8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organiosasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian
  9. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
A. Fungsi Etika bagi Guru
            Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi. Fungsi seperti itu sama seperti apa yang dikemukakan oleh :
  1. Gibson dan Michel  yang lebih mementingkan pada kode etik sebagai pedoman pelaksanaan tugas prosefional dan pedoman bagi masyarakat sebagai seorang professional.
  2. Biggs dan Blocher  mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu : Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah, Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi dan Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.
  3. Oteng Sutisna bahwa pentingnya kode etik guru dengan teman kerjanya difungsikan sebagai penghubung serta saling mendukung dalam bidang mensukseskan misi dalam mendidik peserta didik.
  4. Sutan Zahri dan Syahmiar Syahrun (1992) mengemukakan empat fungsi kode etik guru bagi guru itu sendiri, antara lain :
a.       Agar guru terhindar dari penyimpangan tugas yang menjadi tanggung jawabnya
b.      Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja , masyarakat dan pemerintah
c.       Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab pada profesinya.
d.     Pemberi arah dan petunjuk yang benar kepada mereka yang menggunakan profesinya dalam melaksanakan tugas.

            Jabatan guru dilator belakangi oleh adanya kebutuhan tenaga guru. Kebutuhan ini meningkat dengan adanya lembaga pendidikan yang menghasilkan calon guru untuk menghasilkan guru yang profesional. Pada masa sekarang ini LPTK menjadi satu-satunya lembaga yang menghasilkan guru. Walaupun jabatan profesi guru belum dikatakan penuh, namun kondisi ini semakin membaik dengan peningkatan penghasilan guru, pengakuan profesi guru, organisasi profesi yang semakin baik, dan lembaga pendidikan yang menghasilkan tenaga guru sehingga ada sertifikasi guru melalui Akta Mengajar. Organisasi profesi berfungsi untuk menyatukan gerak langkah anggota profesi dan untuk meningkatkan profesionalitas para anggotanya. Setelah PGRI yang menjadi satu-satunya organisasi profesi guru di Indonesia, kemudian berkembang pula organisasi guru sejenis (MGMP).
B. Hakekat Kode Etik Guru
            Pada dasarnya guru adalah tenaga professional di bidang kependidikan yang memiliki tugas mengajar, mendidik, dan membimbing anak didik agar menjadi manusia yang berpribadi (pancasila).Dengan demikian, guru memiliki kedudukan yang sangat penting dan tanggung jawab yang sangat besar dalam menangani berhasil atau tidaknya program pendidikan.Kalau boleh dikatakan sedikit secara ideal, baik atar buruknya suatu bangsa di masa mendatang banyak terletak di tangan guru.

            Sehubungan dengan itu guru sebagai tenaga professional memerlukan pedoman atau kode etik guru agar terhidar dari segala bentuk penyimpangan. Kode etik menjadi pedoman baginya untuk tetap professional (sesuai dengan tuntutan dan persyaratan profesi).Setiap guru yang memegang keprofesionalannya sebagai pendidik akan selalu berpegang epada kode etik guru. Sebab kode etik guru ini sebagai salah satu ciri yang harus ada pada profesi itu sendiri.

            Kode etik yang memedomani setiap tingkah laku guru senantiasa sangat diperlukan. Karena dengan itu penampilan guru akan terarah dengan baik, bahkan akan terus bertambah baik. Ia akan terus menerus memperhatikan dan mengembangkan profesi keguruannya. Kalau kode etik yang merupakan pedoman atau pegangan itu tidak dihiraukan berarti akan kehilangan pola umum sebagai guru. Jadi postur kepribadian guru akan dapat dilihat bagaimana pemanfaatan dan pelaksanaan dari kode etik yang sudah disepakati bersama tersebut. Dalam hubungan ini jabatan guru yang betuk-betuk professional selalu dituntut adanya kejujuran professional. Sebab kalau tidak ia akan kehilangan pamornya sebagai guru atau boleh dikatakan hidup diluar lingkup keguruan.
C. Organisasi Keguruan
            Organisasi profesi adalah suatu wadah perkumpulan orang-orang yang memiliki suatu keahlian khusus yang merupakan ciri khas dari bidang keahlian tertentu. Profesionalisme guru dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah:
  1. Kepuasan kerja
  2. Supervisi pendidikan
  3. Komitmen
Organisasi keguruan antara lain :
  1. PGRI
Persatuan Guru Republik Indonesia lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932. Pada saat didirikannya, organisasi ini disamping memiliki misi profesi juga ada tiga misi lainnya, yaitu misi politis-deologis, misi peraturan organisaoris, dan misi kesejahteraan.
Misi profesi PGRI adalah upaya untuk meningkatkan mutu guru sebagai penegak dan pelaksana pendidikan nasional. Guru merupakan pioner pendidikan sehinnga dituntut oleh UUSPN tahun 1989: pasal 31; ayat 4, dan PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 agar memasuki organisasi profesi kependidikan serta selalu meningkatkan dan mengembagkan kemampuan profesinya.
Misi politis teologis tidak lain dari upaya penanaman jiwa nasionalise, yaitu komitmen terhadap pernyataan bahwa kita bangsa yang satu yaitu bangsa indonesia, juga penanaman nilai-nilai luhur falsafah hidup berbangsa dan benegara, yaitu pancasila.
Misi peraturan organisasi PGRI merupakan upaya pengejawantahan peaturan keorgaisasian , terutama dalam menyamakan persepsi terhadap visi, misi, dan kode etik keelasan sruktur organisasi. Dipandang dari segi derajat keeratan dan keterkaitan antaranggotanya, PGRI berbentuk persatuan (union). Sedangkan struktur dan kedudukannya bertaraf nasional, kewilayahan, serta kedaerahan. Keanggotaan organisasi profesi ini bersifat langsung dari setiap pribadi pengemban profesi kependidikan. Dengan demikian PGRI merupakan organisasi profesi yang memiliki kekuatan dan mengakar diseluruh penjuru indonesia. Arrtinya, PGRI memiliki potensi besar untuk meningkatkan hakikat dan martabat guru, masyarakat, lebih jauh lagi bangsa dan negara.
  1. MGMP
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) didirikan atas anjuran pejabat-pejabat Departemen Pendidikan Nasional. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesionalisasi dari guru dalam kelompoknya masing-masing.
  1. KKG
Kelompok Kerja Guru (KKG) sebagai kelompok kerja seluruh guru dalam satu gugus. Pada tahap pelaksanaannya dapat dibagi ke dalam kelompok kerja guru yang lebih kecil, yaitu kelompok kerja guru berdasarkan jenjang kelas, dan kelompok kerja guru berdasarkan atas mata pelajaran. Tujuan organisasi Kelompok Kerja Guru (KKG) yaitu :
1.                  Memfasilitasi kegiatan yang dilakukan di pusat kegiatan guru berdasarkan masalah dan kesulitan yang dihadapi guru.
2.                  Memberikan bantuan profesional kepada para guru kelas dan mata pelajaran di sekolah.
3.                  Meningkatkan pemahaman, keilmuan, keterampilan serta pengembangan sikap profesional berdasarkan kekeluargaan dan saling mengisi (sharing).
4.                  Meningkatkan pengelolaan proses pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan (Pakem).
Melalui KKG dapat dikembangkan beberapa kemampuan dan keterampilan mengajar, seperti yang di ungkapkan Turney (Abin, 2006), bahwa keterampilan mengajar guru sangat memengaruhi terhadap kualitas pembelajaran di antaranya; keterampilan bertanya, keterampilan memberi penguatan, keterampilan mengadakan variasi, keterampilan menjelaskan, keterampilan membuka dan menutup pelajaran, keterampilan memimpin diskusi kelompok kecil dan perorangan.




1 komentar:

  1. kak izin kopi postingannya ea,, buat ngerjakan UTS..

    mkasih kakak

    BalasHapus