Rabu, 16 April 2014

Tugas Kesehatan Mental 2 - Stress dan Hubungan Interpersonal

Tugas Pertemuan 2
STRESS dan HUBUNGAN INTERPERSONAL
1. STRESS
A. Arti Penting Stress
      Kita semua pernah mengalami stress. Tetapi sebenarnya strees tidak selalu jelek. Stress dalam tingkat yang sedang itu itu perlu untuk menghasilkan kewaspadaan dan minat pada tugas yang ada, dan membantu orang melakukan penyesuaian. Hidup yang serba tenang dan adem ayem itu menjemukan. Dalam ketenangan yang menjemukan itu orang misalnya menonton film detektif, menonton pertandingan bermain game untuk mengatasi kondisi yang menjemukan ini. System saraf juga memerlukan rangsangan agar bisa tetap terlatih dan selanjutnya bisa berfungsi dengan baik.
      Stress yang jelek adalah stress yang terlalu kuat dan bertahan lama. Stress ini bisa mengganggu jasmani maupun rohani. Misalnya siswa yang mengalami stress terus menerus karena tuntutan belajar yang terlalu berat dan tidak sesuai dengan kemampuan. Stress yang terus menerus bisa juga timbul karena polusi udara dan kebisingan, kepadatan dan kemacetan lalu lintas, tindakan kejahatan, beban kerja yang berlebihan. Stress berat juga bisa dialami seseorang karena kehilangan orang yang dicintai dalam kecelakaan atau bencana alam.
      Stress yang timbul pada setiap orang pun bisa berbeda-beda, walaupun peristiwa yang dialami itu sama. Peristiwa tertentu yang membuat sesorang mengalami stress berat, bisa saja hanya menimbulkan stress ringan pada orang yang lain. Bahkan dampak rasa stress itu sendiri bisa berbeda pada setiap orang. Stress yang bagi seseorang dianggap manghancurkan, bagi orang lain bisa merupakan tantangan. Ada orang yang menjadi sangat kreatif dan produktif justru dalam keadaan stress. Ada siswa yang justru baru belajar secara efektif pada saat-saat menjelang ujian.
      J.P Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi mendefinisikan stress sebagai suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis. Hal senada diungkapkan dalam Atkinson (1983), stress terjadi ketika orang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan fisik maupun psikologisnya. Keadaan social, lingkungan, dan fisikal yang menyebabkan stress dinamakan stressor. Sementara reaksi orang terhadap peristiwa tersebut dinamakan respon stress, atau secara singkat disebut stress.
      Menurut Lazarus 1999 (dalam Rod Plotnik 2005:481) “Stress adalah rasa cemas atau terancam yang timbul ketika kita menginterpretasikan atau menilai suatu situasi sebagai melampaui kemampuan psikologis kita untuk bisa menanganinya secara memadai“ (“stress is the anxious or threatening feeling that comes when we interpret or appraise a situation as being more than our psychological resources can adequately handle”).
  1. Tipe-tipe Stress Psikologis
      Menurut Maramis (1990) ada empat tipe stress psikologis yaitu :
1.  Frustasi
      Muncul karena adanya kegagalan saat ingin mencapai suatu tujuan. Frustasi juga dapat diartikan sebagai sebagai efek psikologis terhadap situasi yang mengancam, seperti misalnya timbul reaksi marah, penolakan maupun depresi. Frustasi ada yang bersifat intrinsic (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian, pengangguran, perselingkuhan dll).
2. Konflik
      Ditimbulkan karena ketidakmampuan memilih dua atau lebih macam keinginan, kebutuhan atau tujuan. Bentuk konflik digolongkan menjadi tiga bagian yaitu
      Approach-approach conflict : terjadi apabila individu harus satu diantara dua alternative yang sama-sama disukai, Misalnya saja seseorang sulit menentukan keputusan diantara dua pilihan karir yang sama-sama diinginkan. Jenis konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan.
      Approach-avoidant conflict : situasi dimana individu merasa tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar dari seseorang atau suatu objek yang sama, misalnya seseorang yang berniat berhenti merokok karena khawatir merusak kesehatannya tetapi ia tidak dapat membayangkan sisa hidupnya kelak tanpa merokok.
      Avoidant-avoidant conflict : terjadi bila individu diharapkan pada dua pilihan yang sama-sama tidak disenangi, misalnya wanita muda yang hamil muda yang hamil diluar nikah, disatu sisi ia tidak ingin aborsi tapi disisi lain ia belum mampu secara mental dan finansial untuk membesarkan anaknya nanti. Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan dan memerlukan lebuh banyak tenaga dan waktu untuk menyelesaikannya.
3. Tekanan
      Tekanan terjadi karena adanya suatu tuntutan untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu maupun tuntutan tingkah laku tertentu. Tekanan timbul dalam kehidupan sehari-hari dan dapat berasal dalam diri individu. Tekanan dapat berasal dari luar diri individu, dan tekanan juga dapat timbul dari kombinasi keduanya. Tekanan sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki bentuk yang berbeda-beda pada setiap individu.
4. Kecemasan
      Kecemasan merupakan suatu kondisi individu merasakan kekhawatiran, kegelisahan, ketegangan dan rasa tidak nyaman yang tidak terkendali mengenai kemungkinan akan terjadinya sesuatu yang buruk. Respon yang paling umum terhadap suatu stressor adalah kecemasan.

  1. Simton Reducing Respon Terhadap Stress
      Individu yang mengalami stress tidak akan terus menerus merenungi kegagalan yang ia rasakan. Untuk itu setiap individu memiliki mekanisme pertahanan diri masing-masing untuk mengurangi gejala-gejala stress yang ada.
Mekanisme Pertahanan Diri
      Freud menggunakan istilah Mekanisme Pertahanan (defense mechanism) untuk menyebutkan strategi yang tidak disadari, yang digunakan untuk mengatasi emosi negative. Strategi tersebut tidak mengubah situasi stress melainkan semata-mata bertujuan mengubah cara menghayati atau memikirkan situasi. Defense mechanism merupakan proses yang tidak disadari. Berikut akan diuraikan jenis-jenis defense mechanism, yaitu :
1.  Represi
      Freud menganggap represi merupakan mekanisme pertahanan yang paling dasar dan paling penting. Dalam represi, impuls dan memori yang menimbulkan rasa malu, rasa bersalah atau sikap mencela diri sendiri, ditekan atau direpresi masuk bawah sadar. Menurut freud semua anak laki-laki memiliki rasa ketertarikan seksual kepada ibunya, dan rasa permusuhan dengan ayahnya (conflict Oedipus). Impuls itu direpresi untuk menghindari konsekuensi yang menyakitkan jika impuls tersebut diwujudkan. Demikian juga rasa permusuhan terhadap orang yang dicintai dan pengalaman kegagalan mungkin akan dihapuskan dari kesadarannya.

2. Rasionalisasi
      Rasionalisasi sebagai bentuk mekanisme pertahanan tidak sama artinya dengan bertindak secara rasional. Rasionalisasi disini artinya bertindak dengan menggunakan motif yang dapat diterima secara logis atau social, sedemikian rupa sehingga tampaknya bertindak secara rasional.
      Rasionalisasi memiliki 2 fungsi, yaitu (1) menghilangkan kekecewaan pada saat kita gagal kita gagal mencapai tujuan dan (2) merasionalisasikan apa yang telah kita lakukan untuk menempatkan perilaku kita dalam pandangan yang lebih menguntungkan. Ini bisa dilakukan, misalnya, dengan mencari alasan yang masuk akal ketimbang alasan yang sesungguhnya, atau dengan membuat sejumlah dalih. Dalih tersebut biasanya masuk akal, walaupun keadaan sebenarnya tidak demikian. Contoh, seseorang harus bangun pada jam tertentu, karena tidak boleh terlambat masuk kerja atau masuk sekolah. Tetapi ia terlambat masuk kantor atau sekolah, dan berdalih bahwa dia tidak dibangunkan, padahal sebenarnya dia malas masuk kantor atau masuk sekolah pagi-pagi.
3. Pembentukkan Reaksi
      Pembentukkan reaksi terjadi ketika orang melakukan perbuatan yang sebaliknya dari motif yang sesungguhnya. Contoh seorang ibu merasa bersalah karena sebenarnya ia menolak anak, lantaran belum/tidak ingin punya anak. Si ibu kemudian melakukan pembentukkan reaksi dengan bersikap yang terlalu protektif terhadap anaknya atau memperhatikkan anaknya secara berlebihan untuk menutupi perasaan sebenarnya. Dengan perilaku tersebut itu ibu tadi ingin meyakinkan anaknya bahwa ia adalah ibu yang baik.
4. Proyeksi
      Proyeksi adalah prilaku seseorang yang menutupi kualitas perilakunya yang tidak layak/kurang baik, kemudian mengenakan atau memproyeksikan kualitas atau sifat yang tidak baik tersebut pada orang lain. Misalnya anda memiliki kecenderungan suka mengeritik atau tidak ramah kepada orang lain. Kemudian anda memperlakukan orang disekitar anda, yang menurut penilaian anda kurang baik, berdasarkan kualitas anda yang kurang baik, dan menganggap diri andalah yang lebih baik dari orang lain.
5. Penyangkalan
      Penyangkalan adalah upaya untuk mengingkari atau menolak kenyataan negative yang ada pada diri anda atau keluarga anda. Misalnya orang tua menyangkal atau tidak mengakui bahwa anaknya menderita penyakit serius seperti kanker. Walaupun hasil diagnosanya meyakinkan bahwa anaknya menderita penyakit kanker tetapi orang tua tidak dapat mentolerir realita tersebut.
      Bentuk penyangkalan yang kurang ekstrim dapat ditemukan pada individu yang secara terus menerus mangabaikan kritik orang lain, dan tidak merasa bahwa orang lain tidak senang pada dirinya. Contoh lain, menolak bukti-bukti bahwa pasangannya berselingkuh.

6. Intelektualisasi
      Intelektualisasi adalah upaya melepaskan diri dari situasi stress dan menghadapinya dengan menggunakan istilah-istilah yang abstrak dan intelektual. Jenis pertahanan ini seringkali diperlukan oleh orang yang harus menghadapi masalah hidup dan mati dalam pekerjaannya. Contoh dokter yang terus menerus berhadapan dengan penderitaan manusia tidak dapat terlibat secara emosional dengan tiap pasiennya (misalnya tidak dapat menyatakan kondisi yang sebenarnya kritis). Agar dapat membebaskan diri dari tuntutan menyembuhkan pasien dan tetap dianggap kompeten, maka ia melakukan intelektualisasi dengan cara menggunakan istilah-istilah abstrak dan ilmiah untuk menjelaskan kondisi pasien.
      Jenis intelektualisasi ini akan menjadi masalah apabila ia menjadi gaya hidup yang meresap sehingga individu selalu menggunakan cara ini untuk melepaskan dirinya dari semua pengalaman emosional.
7.  Pengalihan
      Mekanisme pertahanan yang dianggap dapat memenuhi fungsinya adalah mekanisme yang dapat menurunkan kecemasan dan memuaskan motif yang tidak dapat dibenarkan (misalnya dorongan seksual yang tidak pada tempatnya). Dengan cara melakukan pengalihan (displacement) ke aktivitas lain. Contoh kemarahan yang tidak dapat diekspresikan karena sasarannya adalah atasannya, kemudian disalurkan ke objek yang kurang mengancam (bawahan). Menurut Freud mekanisme pengalihan merupakan cara yang paling memuaskan untuk memenuhi impuls agresif atau seksual.


  1. Pendekatan Problem Solving terhadap Stress
      Salah satu cara dalam menangani stress yaitu menggunakan metode biofeedback, tekhniknya adalah mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang terkena stress kemudian belajar untuk menguasainya. Tekhnik ini menggunakan serangkaian alat yang sangat rumit sebagai feedback. Melakukan sugesti untuk diri sendiri juga dapat lebih efektif karena kita tahu bagaimana keadaan diri kita sendiri. Berikan sugesti-sugesti yang positif, semoga cara ini akan berhasil ditambah dengan pendekatan secara spiritual (mengarah pada Tuhan).

II. Hubungan Interpersonal
  1. Model-model Hubungan Interpersonal
1.  Model Pertukaran Sosial
      Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley, dua orang pemuka dari teori ini menyimpulkan model pertukaran social sebagai berikut : “Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan social hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya”.
      Ganjaran yang dimaksud adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran dapat berupa uang, penerimaan social, atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Sedangkan yang dimaksud dengan biaya adalah akibat yang negative yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat menimbulkan efek-efek tidak menyenangkan. Hasil laba adalah ganjaran dikurangi biaya. Bila seseorang merasa dalam suatu hubungan interpersonal, bahwa ia tidak memperoleh laba sama sekali, ia akan mencari hubungan lain yang mendatangkan laba. Tingkat Perbandingan , menunjukkan ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang.
2. Model Peranan
      Model peranan menganggap hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memerankan peranannya sesuai dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan ekspedisi peranan, tuntutan peranan, memiliki keterampilan peranan dan terhindar dari konflik peranan dan kerancuan peranan.
3. Model Interaksional
      Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu system. Setiap sistem memiliki sifat-sifat structural, integrative dan medan. Semua system terdiri dari subsistem-subsistem yang paling tergantung dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan. Selanjutnya semua system mempunyai kecenderungan untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan. Bila ekuilibrium dari system terganggu, segera akan diambil tindakannya. Setiap hubungan interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan peranan. Menggabungkan model pertukaran peranan dan permainan.
4. Model Permainan
      Orang-orang berhubungan dalam bermacam-macam permainan. Yang mendasari permainan adalah tiga kepribadian manusia, yaitu orang tua, orang dewasa dan anak-anak. Kita menampilkan salah satu aspek kepribadian kita (orang tua, orang dewasa, anak-anak), dan orang lain membalasnya dengan salah satu aspek tersebut juga.
  1. Pembentukkan Kesan dan Ketertarikan Interpersonal
v  Pembentukkan Kesan
      Menurut Sears dkk. (1992) individu cenderung membentuk kesan panjang lebar atas orang lain berdasarkan informasi yang terbatas. Hanya dengan melihat dari potret atau secara langsung selama beberapa saat saja, seseorang sudah cenderung menilai sebagian besar karakter orang yang diamatinya tersebut. Bebrapa orang tidak percaya dengan pendapat ini, meski demikian individu umumnya menilai orang lain dari segi intelegensi, usia, latar belakang, ras, agama, pendidikan, kejujuran dan sebagainya

1.  Evaluasi : Kesan Pertama
      Menurut Sears dkk. (1992) aspek pertama yang paling penting dan kuat adalah evaluasi : apakah kita akan menyukai atau tidak menyukai seseorang ? kesan awal ini dapat dilihat dari beberapa indikasi seperti : dia barangkali ingin bersahabat, senang ngobrol, periang atau ramah.
      Secara formal dimensi evaluative merupakan dimensi terpenting diantara sejumlah dimensi dasar yang mengorganisasi kesan gabungan tentang orang lain. Terdapat banyak penelitian yang pada akhirnya menyimpulkan bahwa evaluasi merupakan dimensi dasar terpenting dari persepsi seseorang. Rosenberg, Nelson dan Vivekanathan (dalam Sears dkk.,1992) menemukan bahwa orang mengevaluasi orang lain sesuai dengan kualitas intelektual atau yang berhubungan dengan tugas terpisah mereka, dan kualitas social atau hubungan interpersonal mereka, paling tidak untuk beberapa waktu. Meski demikian perbedaan ini tidak merubah ciri dasarnya yaitu : manusia pertama-tama akan berfikir sesuai dengan rasa suka atau tidak suka jika melihat orang lain.
2. Kesan Menyeluruh
      Untuk menjelaskan bagaimana orang mengevaluasi terhadap orang lain, dapat dilakukan dari “kesan yang diterima secara keseluruhan”. Sears dkk. (1992) membagi kesan menyeluruh tersebut menjadi dua, yaitu model penyamarataan dan model menambahkan.
      Pertama model penyamarataan. Bagaimana kita dapat menyusun potongan-potongan informasi yang terpisah-pisah menjadi suatu kesan menyeluruh yang sederhana ? misalkan ketika anda bertemu dengan seorang wanita yang bertubuh tinggi, tomboy, sportif, cuek dan senang bercanda ?. Para ahli psikologi mempunyai dua pandangan yang berbeda, yang satu lebih menekankan kepada segi belajar, sementara yang lain menekankan pada factor kognitif. Pendekatan belajar tersebut kemudian dikembangkan Anderson (dalam Sears dkk., 1992) menjadi prinsip penyamarataan.
      Kedua model menambahkan. Model menambahkan (additive model) menyatakan bahwa individu mempersatukan potongan-potongan informasi yang terpisah-pisah dengan jalan menambahkan nilai ukuran dan bukannya dengan membuat rata-rata.
3. Konsistensi
      Individu cenderung membentuk karakteristik yang konsisten secara evaluative terhadap individu lainnya. Meski hanya memiliki sedikit informasi. Kita cenderung memandang orang lain secara konsisten dari kedalamannya. Karena evaluasi merupakan dimensi paling penting di dalam persepsi manusia, sehingga kita cenderung akan menilai “baik” dan “buruk”, dan bukan keduanya (Sears dkk., 1992).
      Berdasarkan evaluasi dengan pendekatan ini, maka kita akan melihat ciri lain yang konsisten dengannya. Jika seseorang bersifat menyenangkan, dia harus menarik, cerdas, murah hati, dan seterusnya. Sementara bila buruk, maka dia harus licik, berwajah buruk dan aneh. Kecenderungan terhadap konsistensi ini disebut sebagai “efek halo”. Di dalam efek halo, orang yang telah dilabel baik selalu dikelilingi oleh suasana positif dan kebalikannya pada orang yang dilabel buruk selalu dipandang memiliki kualitas yang buruk (efek halo negative) (Sears dkk., 1992).
4. Prasangka Positif
      Prasangka positif menurut Sears (dalam Sears dkk., 1992) adalah kecenderungan menilai orang lain secara positif sehingga mengalahkan evaluasi negative. Misalnya pada studi dimana mahasiswa sebagian besar memberikan nilai positif terhadap profesornya dengan nilai diatas rata-rata, meski para mahasiswa tersebut telah mengalami berbagai pengalaman baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan dengan profesornya tersebut selama kuliahnya. Ada hipotesis rasional untuk berprasangka secara positif, yaitu yang oleh Matlin dan Stang (dalam Sears dkk., 1992) disebut sebagai prinsip pollyana. Berdasarkan pendapat ini, maka orang akan merasa lebih senang apabila dikelilingi oleh hal-hal yang baik, pengalaman menyenangkan, masyarakat yang ramah, cuaca yang cerah dan sebagainya. Bahkan ketika mereka sakit atau rumahnya runtuh sekalipun, mereka akan tetap menilai situasinya selalu baik.
v  Ketertarikan Interpersonal

      Ellen Berscheid (Berscheid, 1985; Berscheid & Peplau 1983; Berscheid & Reis, 1998) menyatakan bahwa apa yang membuat orang-orang dari berbagai usia merasa bahagia, dari daftar jawaban yang ada, yang tertinggi atau mendekati tertinggi adalah membangun dan mengelola persahabatan dan memiliki hubungan yang positif serta hangat. Tiadanya hubungan yang bermakna dengan orang-orang lain membuat individu merasa kesepian, kurang berharga, putus asa, tak berdaya, dan keterasingan. Ahli Psikologi Sosial, Arthur Aron menyatakan bahwa motivasi utama manusia adalah ’ekspresi diri’ (self expression). Pada bab ini didiskusikan penyebab keteratrikan, dimulai dari awal rasa suka hingga cinta berkembang dalam hubungan yang erat.
1.  Efek Kedekatan

      Salah satu yang menentukan ketertarikan interpersonal adalah kedekatan (proximity, propinquity). Orang yang mempunyai kesempatan paling sering kita lihat dan kita jumpai, sangat mungkin menjadi sahabat kita atau kita cintai (Berscheid & Reis, 1998). Festinger dkk (1950) menunjukkan bahwa ketertarikan dan kedekatan hubungan tidak hanya tergantung pada jarak fisik yang nyata, melainkan juga karena ‘jarak fungsional’. Jarak fungsional menunjuk pada aspek desain arsitektur yang memungkinkan beberapa orang bertemu lebih sering. Efek keakraban terjadi karena familiaritas (efek eksposur semata-mata). Semakin sering kita mengalami eksposur suatu stimulus, semakin besar kecenderungan kita menyukainya.

  • Komputer : Keakraban Karak Jauh
      Komputer merupakan media komunikasi yang memberikan tempat baru bagi pengaruh keakraban. Kenyataannya, seseorang dengan jarak ribuan mil menjadi tidak berarti dengan adanya internet walau tidak bisa bertemu. Keakraban dan jarak fungsional ditentukan oleh layar komputer. Dalam salah satu penelitian, partisipan secara random dirancang untuk bertemu dengan salah satu cara: bertatap muka atau melalui internet. Surprise, hasilnya menunjukkan bahwa mereka yang berkenalan melalui internet lebih saling tertarik dibanding mereka yang berjumpa secara langsung (tatap muka). Bagaimanapun, ketika berjumpa melalui internet, ketertarikan berkembang melalui kualitas percakapan, sedangkan mereka yang berjumpa secara langsung dengan tatap muka ketertarikannya lebih tergantung pada daya tarik fisik (Mc Kenna, Green, & Gleason, 2002).

      Jika kita bertemu dengan orang baru secara tatap muka kita segera melihat penampilan fisiknya. Sebaliknya, ketika orang bertemu online, mereka dapat menyembunyikan tampangnya dan ciri lain yang mungkin menurunkan daya tariknya, seperti rasa gugup saat berada dalam situasi sosial. Anonimitas internet dapat memudahkan orang untuk mengungkapkan informasi personalnya. Sebagai akibatnya, individu mungkin merasa bahwa mereka lebih mampu mengekspresikan aspek-aspek penting dari diri riil mereka saat berinteraksi melalui internet. Katelyn McKenna dan rekannya (2002) memperkirakan bahwa orang mungkin menjalin persahabatan awal dengan cepat secara online ketimbang melalui tatap muka.

2. Kesamaan

      Bagaimana awal berkembangnya suatu hubungan? Para peneliti membedakan adanya dua jenis situasi sosial: situasi yang tertutup (close-field situations) atau situasi yang terbuka (open-field situations) yang mendukung perkembangan hubungan. Close-field situations: situasi yang mendorong orang untuk berinteraksi satu sama lain. Misalnya, di kompleks perumahan, di tempat kerja, dan sebagainya. Open-field situations : situasi dimana orang bebas untuk merinteraksi maupun tidak, sesuai pilihan pribadi mereka. Bagaimanapun situasinya, kadang dibutuhkan hal yang dapat melumasi hubungan untuk berkembang menjadi lebih erat atau menjadi hubungan percintaan. Minyak pelumas itu adalah kesamaan, seperti kesamaan kepribadian, minat, dan sebagainya.

  • Kesamaan Opini dan Kepribadian
      Berbagai hasil eksperimen telah menunjukkan bahwa bila kita mengetahui pendapat/opini seseorang mengenai suatu isu, meskipun kita belum pernah bertemu, semakin sama opini tersebut dengan opini kita (misalnya, Birne & Nelson, 1965). Bagaimana bila dalam kondisi bertemu? Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kesamaan demografis, nilai-nilai, sikap, dan kepribadian, merupakan hal yang menentukan ketertarikan untuk mengembangkan hubungan lebih lanjut, menuju persahabatan ataupun hubungan percintaan.

  • Kesamaan Gaya Interpersonal
      Kita juga cenderung tertarik dengan orang yang memiliki gaya interpersonal dan keterampilan komunikasi seperti kita. Hasil penelitian Burleson dan Samter (1996) menunjukkan bahwa orang-orang cenderung tertarik dengan teman sepermainan yang sama dalam berpikir mengenai orang-orang dan bagaimana mereka menyukai percakapan mengenai hubungan antar pribadi. Orang yang memiliki keterampilan interpersonal tinggi (fokus pada aspek psikologis relasi sosial dan memandang relasi sosial sebagai hal yang kompleks) merasa cocok dengan orang yang keterampilan interpersonalnya juga tinggi, demikian pula orang yang memiliki keterampilan interpersonal rendah (fokus pada aspek instrumental / apa yang terjadi secara aktual) merasa cocok dengan orang yang keterampilan interpersonalnya rendah.

  • Kesamaan Minat dan Pengalaman
      Berbagai riset menunjukkan bahwa kita cenderung menyukai orang yang memiliki minat dan pengalaman yang sama. Misalnya, penelitian Kubitscheck dan Hallinan (1998) mengenai pola persahabatan pada mahasiswa, mereka cenderung lebih memilih teman yang memiliki pengalaman dan minat yang sama dengannya dibanding yang berbeda.

3. Kesukaan Timbal Balik

      Kita semua merasa senang disukai. Hal ini cukup kuat menimbulkan ketertarikan, tanpa harus ada kesamaan. Kesukaan timbal-balik kadang terjadi karena self-fulfilling prophecy. Hal ini ditunjukkan dalam eksperimen yang dilakukan oleh Curtis dan Miller (1986) dengan subjek mahasiswa. Partisipan dipasangkan dengan orang yang belum dikenal sebelumnya, dan selanjutnya salah satu diantaranya menerima pesan khusus: sebagian partisipan diberi pesan yang meyakinkan dirinya bahwa mahasiswa pasangannya (dalam eksperimen) menyukainya, dan sebagian partisipan lainnya diberi pesan yang meyakinkan dirinya bahwa mahasiswa pasangannya tidak menyukainya. Ketika kemudian pasangan tersebut diberi kesempatan untuk bertemu kembali, satu sama lain saling berbicara, hasilnya seperti yang diduga, yaitu bahwa mereka yang yakin disukai pasangannya berperilaku dengan cara yang lebih disukai pasangannya, lebih membuka diri, lebih sedikit ketidaksetujuan dalam mendiskusikan suatu isu, lebih hangat, dan lebih menyenangkan dibanding dengan individu yang berpikir dirinya tidak disukai. Akibatnya, mahasiswa yang yakin dirinya disukai menjadi jauh lebih disukai oleh pasangannya bila dibanding mahasiswa yang yakin dirinya tidak disukai.

4. Ketertarikan Fisik dan Kesukaan

      Selain kedekatan (propinquity), kesamaan, dan rasa suka timbal-balik, keteratrikan juga ditentukan oleh penampilan fisik. Daya tarik fisik merupakan hal yang menentukan kesan pertama baik pada laki-laki maupun perempuan. Namun berbagai penelitian menunjukkan bahwa dibanding perempuan, laki-laki menilai daya tarik fisik lebih penting. Hasil penelitian meta-analisis (penelitian yang menganalisis lebih lanjut berbagai hasil penelitian yang topiknya sama) yang dilakukan oleh Feingold, 1990) menunjukkan bahwa bila yang diukur sikapnya, dibanding pada perempuan pada umumnya laki-laki menilai penampilan fisik lebih penting; bagaimanapun juga bila yang diukur adalah perilaku aktual, antara laki-laki dan perempuan memberikan respon yang sama terhadap daya tarik fisik pihak lain.

  • Apa yang Menarik ?
      Ciri-ciri fisik seperti apakah yang menimbulkan daya tarik ? Media massa telah mendikte kita untuk mendefinisikan apa yang disebut cantik (beauty) dan tampan (handsome). Misalnya, dalam film atau buku anak-anak, tokoh yang menjadi pahlawan perempuan, selalu digambarkan serupa: mungil, hidung mancung, mata lebar, bibir yang indah, langsing, tubuh atletis, yang secara keseluruhan seperti boneka-boneka barbie.

  • Standar Budaya Mengenai Keindahan
      Persepsi mengenai wajah cantik dan ganteng antar berbagai budaya apakah sama? Hasil penelitian lebih lanjut oleh Cunningham (1995) maupun beberapa penelitian lain memberikan jawaban ’ya’, bahwa dalam berbagai budaya terdapat kesamaan persepsi mengenai kriteria cantik dan ganteng. Hal ini diperkuat dengan hasil meta-analisis oleh Judith Langlois dkk (2000).

  • Kekuatan dari Familiaritas (familiarity)
      Salah satu variabel yang menentukan ketertarikan adalah familiaritas (banyaknya eksposur). Hal ini perlu dicatat sebagai hal yang menentukan ketika partisipan memberikan rating terhadap sekumpulan foto wajah. Mereka memilih satu wajah yang nampak secara tipikal, familiar, dan menarik secara fisik.

  • Asumsi Mengenai Orang yang Menarik
      Pada umumnya kita menyukai keindahan. Hal ini dapat menimbulkan ketidakseimbangan dalam menilai seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai penelitian menemukan bahwa ketertarikan fisik mempengaruhi atribusi orang mengenai apa yang menarik. Secara khusus, orang cenderung memberikan atribut kualitas yang positif (yang tidak ada hubungannya dengan apa yang terlihat) terhadap orang yang nampak cantik/tampan. Hal ini disebut sebagai stereotip ’apa yang baik dari keindahan’. Hasil meta-analisis menunjukkan bahwa ketertarikan fisik berpengaruh sangat besar terhadap subjek laki-laki maupun perempuan ketika melakukan penilaian terhadap kompetensi seseorang: Mereka yang lebih menarik secara fisik dianggap lebih mampu bersosialisasi, ekstrovert, dan populer dibanding yang kurang menarik. (Eagly dkk, 1991; Faingold, 1992b). Mereka juga dinilai lebih menarik secara seksual, lebih bahagia, dan lebih asertif.

  1. Intimasi dan Hubungan Pribadi
      Intimasi atau ketertarikan adalah sebuah fenomena yang dialami dan dirasakan oleh setiap individu didalam kehidupannya, terkadang ketertarikannya itu berawal dari sebuah proses interaksi Antara satu individu dengan individu lainnya. Untuk mempertegas dan memperjelas pengertian intimasi diatas, berikut ini pengertian intimasi menurut pandangan beberapa ahli :
1.   Shadily dan Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan yang kuat yang didasarkan oleh saling percaya dan kekeluargaan
2.  Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain
3. Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
4. Levinger & Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu bentuk hubungan yang berkembang dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik Antara dua individu. Keduanya saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada hal-hal yang berkaitan dengan fakta-fakta umum yang terjadi disekeliling mereka, tetapi lebih bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup, keyakinan-keyakinan, pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada tahap ini akan terbentuk perasaan atau keinginan untuk menyayangi, memperdulikan, dan merasa bertanggung jawab terhadap hal-hal tertentu yang terjadi pada orang yang dekat dengannya.
5.  Atwater (1983) mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan Antara dua orang yang diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzo dalam papalia dkk, 2001).

      intimasi mengacu pada perasaan yang hangat, dekat, dan terikat baik secara fisik maupun emosional yang diekspresikan secara verbal ataupun non verbal, dan didapat dari orang yang dicintai. Ketika menjalin intimasi pasangan saling berbagi perasaan yang terdalam, memberi dan menerima tanpa pamrih, merasa dapat mengerti dan dimengerti, saling memelihara hubungan dan dapat mengandalkan pasangannya apabila dalam kesusahan. Namun intimasi juga masih memberikan kesempatan pada masing-masing individu untuk berkembang, serta mengakui adanya keunikan dalam diri masing-masing individu. Komunikasi yang selalu terjaga, kepercayaan, kejujuran dan saling terbuka pun menjadi modal yang cukup untuk membina hubungan yang harmonis. Maka jangan kaget apabila komunikasi kita dengan pasangan tidak berjalan dengan mulus atau selalu terjaga bisa jadi hubungan kita akan terancam bubar atau hancur. Tentu saja itu akan menyakitkan hati kita dan setiap pasangan di dunia ini pun tidak pernah menginginkan hal berikut.

Referensi :

  1. Basuki, Heru. 2008. Psikologi Umum. Jakarta : Universitas Gunadarma
  2. Puspitawati, l. (1996). Seri diklat kuliah psikologi umum 1. Jakarta: Universitas Gunadarma
  3. Widyarini, MM Nilam. 2007. Daya Ketertarikan Interpersonal.
  4. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Sugiyanto,%20M.Pd./2%20Materi%20Bab%203.pdf
  5. http://psikologi.or.id/mycontents/uploads/2010/11/hubinterpersonal.pdf
  6. http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/psikologi_umum2/bab3_interaksi_sosial.pdf
  7. http://nilam.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30402/BAB+10.+DAYA+TARIK+INTERPERSONAL.pdf.
  8. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/125712-158.2%20NUR%20t%20-%20Tingkat%20Ketakutan%20-%20Literatur.pdf

Tulisan Kesehatan Mental 2 - Pengalaman Stres

Kesehatan Mental
Tulisan Pertemuan 2
1. pengalaman Stress
          Pengalaman Stress yang sangat berkesan bagi saya adalah ketika ibu saya harus melakukan operasi karena ada benjolan di ketiaknya. Benjolan itu sudah ada cukup lama namun baru dilakukan pengangkatan / operasi akhir tahun 2013 lalu. Sebelum menentukkan hari operasi ibu saya diharuskan untuk melakukan Tes Laboratorium dulu seperti rekam jantung, tes darah, tes penyakit dalam dll untuk memastikan apakah keadannya baik untuk melakukan operasi.
          Saat mendengar rencana operasi itu saya merasa seperti tersambar petir, seluruh badan saya menjadi dingin dan jantung berdegup kencang sekali. Yang ada dipikiran saya hanya rasa takut, cemas dan memikirkan hal-hal buruk yang mungkin terjadi. Sejak saya tau bahwa ibu saya akan dioperasi tidur saya menjadi tidak nyenyak, gelisah dan yang ada hanya ketakutan-ketakutan akan hal-hal buruk. Saya menemani ibu saya untuk melakukan tes laboratorium sebelum hari H operasi. Baru menunggu tes laboratorium saja saya sudah panic sekali dan tidak bisa menutupi rasa gugup saya namun saya tetap mencoba setenang mungkin agar ibu saya juga tetap tenang.
          Tiba pada hari H operasi kedua orang tua saya berangkat ke Rumah Sakitsedangkan saya masih dirumah karena harus menunggu adik saya pulang dari sekolah baru setelah itu kami pergi kerumah sakit. Sekitar pukul 11.00 ayah saya memberi kabar bahwa ibu saya akan dioperasi pukul 13.00 seketika saya menjadi semakin takut, perasaan saya campur aduk sekali rasa takut, gugup, gelisah, gemetaran hingga timbul pikiran-pikiran yang membuat saya semakin stress. Sekarang sudah pukul 13.00 dan waktunya ibu saya masuk ke ruang operasi, saya masih dirumah karena harus menunggu adik saya. Menunggu dirumah membuat saya seperti menjadi gila, apapun yang saya lakukan tidak konsen karena rasa takut. Menunggu adalah waktu yang sangat menegangkan.
          Setelah adik saya pulang sekolah kita siap-siap untuk pergi kerumah sakit. Saat itu kami berangkat dri rumah pukul 15.00. saat tiba dirumah sakit ayah saya menjemput di depan rumah sakit karena saya tidak tau ruangannya. Dalam perjalanan menuju ruangan ibu saya, saya masih tetap panic dan tidak bisa menutupi gugup saya. Lalu kami masuk ke ruangan, diruangan itu ibu saya masih tertidur karena efek obat bius. Saya merasa sangat sedih dan hampir menangis karena saat tadi berangkat dari rumah ibu saya dalam keadaan yang amat baik dan sehat namun sekarang berbaring lemas dengan infusan.
          Saya dan adik saya menunggui ibu saya karena ayah saya harus pulang dulu untuk mengambil beberapa barang. Saat ibu saya terbangun namun masih setengah sadar karena masih ada pengaruh obat bius saya sedikit lebih tenang karena operasinya berjalan dengan lancar. Walaupun masih khawatir karena ibu saya belum sepenuhnya pulih. Saat saya menunggui ibu saya dirumah sakit juga merupakan pengalaman yang tidak terlupakan, karena rasa khawatir yang sangat tinggi saya bahkan tidak tidur karena takut ibu saya terbangun atau merasa kesakitan. Setiap dokter control saya selalu bertanya ini itu untuk memastikan bahwa semuanya baik-baik saja. Bila ibu saya pusing sedikit saja atau merasa kesakitan sedikit saja saya langsung khawatir dan panic sekali. Semua itu benar-benar membuat stress dan menurut saya itu adalah pengalaman stress saya yang paling berkesan.
          Cara saya mengatasi stress saya pada saat itu adalah dengan cara saya mengambil nafas panjang lalu mengeluarkannya, saya juga terus menerus berdoa untuk mendoakan ibu saya agar operasinya lancer dan cepat pulih, setelah itu saya berusaha berfikiran positif menghilangkan perasaan-perasaan negative yang mengganggu, tidak lupa setiap ada dokter / suster saya selalu bertanya untuk memastikan keadaan ibu saya baik-baik saja. Dengan melakukan hal tersebut sedikit demi sedikit ketakutan, kecemasan, kekhawatiran dan kepanikan saya berangsur-angsur berkurang. Dengan seiring waktu stress yang saya alami menghilang terlebih saat keadaan ibu saya sudah pulih dan diperbolehkan pulang.
          Demikian adalah pengalaman stress saya yang tidak dapat dilupakan.

2. Contoh Kasus

Stress Orang Tua Cerai, seorang Residivis Bunuh Diri

REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Seorang residivis kasus pencurian kendaraan bermotor (curanmor) di Samarinda, Kalimantan Timur, diduga nekad mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri karena stres atau tertekan atas perceraian orang tuanya.

"Pelaku bunuh diri bernama Dwi Supriyanto (27) itu merupakan residivis kasus curanmor. Dia diduga nekad bunuh diri akibat tertekan setelah kedua orang tuanya bercerai," ungkap Kepala Unit Reserse Kriminal Polsekta Samarinda Ulu Inspektur Satu Muhammad Redenta, Rabu.

Dwi Supriyanto, kata Muhammad Redenta, ditemukan tewas tergantung di belakang rumahnya di Perumahan Graha Indah Blok H RT 43, Kelurahan Iar Putih pada Rabu pagi. Pelaku, kata dia, ditemukan oleh Rio, adiknya tergantung di dekat kandang ayam.

"Kami baru menerima laporan itu sekitar pukul 11.00 Wita, kemudian mendatangi lokasi. Berdasarkan pemeriksaan, tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan di tubuh pelaku sehingga dugaan sementara, kasus ini adalah bunuh diri," katanya.

"Dugaan bunuh diri itu kami simpulkan berdasarkan tanda-tanda di jasad korban yakni adanya cairan yang keluar dari tubuh korban, seperti pada kasus bunuh diri umumnya. Kami juga mengamankan tali yang digunakan pelaku untuk bunuh diri," ungkap Muhammad Redenta.

Berdasarkan keterangan saksi mata Rio, sebelum ditemukan tewas tergantung, Dwi Supriyanto sempat terlihat gelisah. Pasca perceraian orang tuanya lanjut Muhammad Redenta, pelaku memang kerap terlihat merenung.

"Menurut keterangan Rio, sejak perceraian orang tua mereka, Dwi Supriyanto terlihat banyak merenung. Bahkan, pada Selasa malam (5/11) atau sebelum dia ditemukan tewas, Dwi Supriyanto sempat terlihat gelisah," ujar Muhammad Redenta.

Walaupun diduga bunuh diri akibat depresi, namun polisi kata Muhammad Redenta tetap melakukan penyelidikan terkait tewasnya residivis kasus curanmor tersebut.

"Kami tetap akan melakukan penyelidikan untuk memastikan penyebab kematiannya secara pasti," tegas Muhammad Redenta.

Sumber :


Pendapat saya :

          Menurut pendapat saya korban mengalami stress yang amat dalam yang diakibatkan oleh perceraian orang tuanya. Banyak anak menjadi korban atas perceraian orang tuanya, dan tidak semua anak tersebut dapat menjalankan hidupnya dengan baik seakan tidak terjadi apa-apa pada orang tuanya. Kebanyakan dari anak yang orang tuanya bercerai mengalami tekanan dalam dirinya hingga melakukan hal-hal yang merugikan. Seperti pada contoh kasus di atas, anak menjadi stress dan depresi sehingga melakukan hal-hal yang tidak baik. Korban yang sedang saya bahas ini mencuri motor mungkin adalah bentuk dari stress yang ia alami, namun ia masih tetap gelisah dan tidak tenang hingga pada akhirnya dia memutuskan untuk bunuh diri karna menurutnya jalan terbaik adalah mengakhiri hidupnya agar terlepas dari segala beban dan tekanan batinnya.