Tugas Pertemuan 2
STRESS dan HUBUNGAN INTERPERSONAL
1. STRESS
A. Arti Penting Stress
Kita semua pernah mengalami stress. Tetapi
sebenarnya strees tidak selalu jelek. Stress dalam tingkat yang sedang itu itu
perlu untuk menghasilkan kewaspadaan dan minat pada tugas yang ada, dan
membantu orang melakukan penyesuaian. Hidup yang serba tenang dan adem ayem itu
menjemukan. Dalam ketenangan yang menjemukan itu orang misalnya menonton film
detektif, menonton pertandingan bermain game untuk mengatasi kondisi yang menjemukan
ini. System saraf juga memerlukan rangsangan agar bisa tetap terlatih dan
selanjutnya bisa berfungsi dengan baik.
Stress yang jelek adalah stress yang
terlalu kuat dan bertahan lama. Stress ini bisa mengganggu jasmani maupun
rohani. Misalnya siswa yang mengalami stress terus menerus karena tuntutan
belajar yang terlalu berat dan tidak sesuai dengan kemampuan. Stress yang terus
menerus bisa juga timbul karena polusi udara dan kebisingan, kepadatan dan
kemacetan lalu lintas, tindakan kejahatan, beban kerja yang berlebihan. Stress
berat juga bisa dialami seseorang karena kehilangan orang yang dicintai dalam
kecelakaan atau bencana alam.
Stress yang timbul pada setiap orang pun
bisa berbeda-beda, walaupun peristiwa yang dialami itu sama. Peristiwa tertentu
yang membuat sesorang mengalami stress berat, bisa saja hanya menimbulkan
stress ringan pada orang yang lain. Bahkan dampak rasa stress itu sendiri bisa
berbeda pada setiap orang. Stress yang bagi seseorang dianggap manghancurkan,
bagi orang lain bisa merupakan tantangan. Ada orang yang menjadi sangat kreatif
dan produktif justru dalam keadaan stress. Ada siswa yang justru baru belajar
secara efektif pada saat-saat menjelang ujian.
J.P Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi
mendefinisikan stress sebagai suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun
psikologis. Hal senada diungkapkan dalam Atkinson (1983), stress terjadi ketika
orang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan
fisik maupun psikologisnya. Keadaan social, lingkungan, dan fisikal yang
menyebabkan stress dinamakan stressor. Sementara reaksi orang terhadap
peristiwa tersebut dinamakan respon stress, atau secara singkat disebut stress.
Menurut Lazarus 1999 (dalam Rod Plotnik
2005:481) “Stress adalah rasa cemas atau terancam yang timbul ketika kita
menginterpretasikan atau menilai suatu situasi sebagai melampaui kemampuan
psikologis kita untuk bisa menanganinya secara memadai“ (“stress is the anxious
or threatening feeling that comes when we interpret or appraise a situation as
being more than our psychological resources can adequately handle”).
- Tipe-tipe Stress Psikologis
Menurut Maramis (1990) ada empat tipe
stress psikologis yaitu :
1. Frustasi
Muncul karena adanya kegagalan saat ingin
mencapai suatu tujuan. Frustasi juga dapat diartikan sebagai sebagai efek
psikologis terhadap situasi yang mengancam, seperti misalnya timbul reaksi
marah, penolakan maupun depresi. Frustasi ada yang bersifat intrinsic (cacat
badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian,
pengangguran, perselingkuhan dll).
2. Konflik
Ditimbulkan karena ketidakmampuan memilih
dua atau lebih macam keinginan, kebutuhan atau tujuan. Bentuk konflik
digolongkan menjadi tiga bagian yaitu
Approach-approach conflict : terjadi
apabila individu harus satu diantara dua alternative yang sama-sama disukai,
Misalnya saja seseorang sulit menentukan keputusan diantara dua pilihan karir
yang sama-sama diinginkan. Jenis konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat
diselesaikan.
Approach-avoidant conflict : situasi
dimana individu merasa tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar
dari seseorang atau suatu objek yang sama, misalnya seseorang yang berniat
berhenti merokok karena khawatir merusak kesehatannya tetapi ia tidak dapat
membayangkan sisa hidupnya kelak tanpa merokok.
Avoidant-avoidant conflict : terjadi bila
individu diharapkan pada dua pilihan yang sama-sama tidak disenangi, misalnya
wanita muda yang hamil muda yang hamil diluar nikah, disatu sisi ia tidak ingin
aborsi tapi disisi lain ia belum mampu secara mental dan finansial untuk
membesarkan anaknya nanti. Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan dan
memerlukan lebuh banyak tenaga dan waktu untuk menyelesaikannya.
3. Tekanan
Tekanan terjadi karena adanya suatu tuntutan
untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu maupun tuntutan tingkah laku
tertentu. Tekanan timbul dalam kehidupan sehari-hari dan dapat berasal dalam
diri individu. Tekanan dapat berasal dari luar diri individu, dan tekanan juga
dapat timbul dari kombinasi keduanya. Tekanan sering ditemui dalam kehidupan
sehari-hari dan memiliki bentuk yang berbeda-beda pada setiap individu.
4. Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu kondisi individu
merasakan kekhawatiran, kegelisahan, ketegangan dan rasa tidak nyaman yang
tidak terkendali mengenai kemungkinan akan terjadinya sesuatu yang buruk.
Respon yang paling umum terhadap suatu stressor adalah kecemasan.
- Simton Reducing Respon Terhadap
Stress
Individu yang mengalami stress tidak akan
terus menerus merenungi kegagalan yang ia rasakan. Untuk itu setiap individu
memiliki mekanisme pertahanan diri masing-masing untuk mengurangi gejala-gejala
stress yang ada.
Mekanisme Pertahanan Diri
Freud menggunakan istilah Mekanisme
Pertahanan (defense mechanism) untuk
menyebutkan strategi yang tidak disadari, yang digunakan untuk mengatasi emosi
negative. Strategi tersebut tidak mengubah situasi stress melainkan semata-mata
bertujuan mengubah cara menghayati atau memikirkan situasi. Defense mechanism merupakan proses yang
tidak disadari. Berikut akan diuraikan jenis-jenis defense mechanism, yaitu :
1. Represi
Freud menganggap represi merupakan
mekanisme pertahanan yang paling dasar dan paling penting. Dalam represi,
impuls dan memori yang menimbulkan rasa malu, rasa bersalah atau sikap mencela
diri sendiri, ditekan atau direpresi masuk bawah sadar. Menurut freud semua
anak laki-laki memiliki rasa ketertarikan seksual kepada ibunya, dan rasa
permusuhan dengan ayahnya (conflict
Oedipus). Impuls itu direpresi untuk menghindari konsekuensi yang
menyakitkan jika impuls tersebut diwujudkan. Demikian juga rasa permusuhan
terhadap orang yang dicintai dan pengalaman kegagalan mungkin akan dihapuskan
dari kesadarannya.
2. Rasionalisasi
Rasionalisasi sebagai bentuk mekanisme
pertahanan tidak sama artinya dengan bertindak secara rasional. Rasionalisasi
disini artinya bertindak dengan menggunakan motif yang dapat diterima secara
logis atau social, sedemikian rupa sehingga tampaknya bertindak secara
rasional.
Rasionalisasi memiliki 2 fungsi, yaitu (1)
menghilangkan kekecewaan pada saat kita gagal kita gagal mencapai tujuan dan
(2) merasionalisasikan apa yang telah kita lakukan untuk menempatkan perilaku
kita dalam pandangan yang lebih menguntungkan. Ini bisa dilakukan, misalnya,
dengan mencari alasan yang masuk akal ketimbang alasan yang sesungguhnya, atau
dengan membuat sejumlah dalih. Dalih tersebut biasanya masuk akal, walaupun
keadaan sebenarnya tidak demikian. Contoh, seseorang harus bangun pada jam
tertentu, karena tidak boleh terlambat masuk kerja atau masuk sekolah. Tetapi
ia terlambat masuk kantor atau sekolah, dan berdalih bahwa dia tidak
dibangunkan, padahal sebenarnya dia malas masuk kantor atau masuk sekolah
pagi-pagi.
3. Pembentukkan Reaksi
Pembentukkan reaksi terjadi ketika orang
melakukan perbuatan yang sebaliknya dari motif yang sesungguhnya. Contoh
seorang ibu merasa bersalah karena sebenarnya ia menolak anak, lantaran
belum/tidak ingin punya anak. Si ibu kemudian melakukan pembentukkan reaksi
dengan bersikap yang terlalu protektif terhadap anaknya atau memperhatikkan
anaknya secara berlebihan untuk menutupi perasaan sebenarnya. Dengan perilaku
tersebut itu ibu tadi ingin meyakinkan anaknya bahwa ia adalah ibu yang baik.
4. Proyeksi
Proyeksi adalah prilaku seseorang yang
menutupi kualitas perilakunya yang tidak layak/kurang baik, kemudian mengenakan
atau memproyeksikan kualitas atau sifat yang tidak baik tersebut pada orang
lain. Misalnya anda memiliki kecenderungan suka mengeritik atau tidak ramah
kepada orang lain. Kemudian anda memperlakukan orang disekitar anda, yang
menurut penilaian anda kurang baik, berdasarkan kualitas anda yang kurang baik,
dan menganggap diri andalah yang lebih baik dari orang lain.
5. Penyangkalan
Penyangkalan adalah upaya untuk
mengingkari atau menolak kenyataan negative yang ada pada diri anda atau
keluarga anda. Misalnya orang tua menyangkal atau tidak mengakui bahwa anaknya
menderita penyakit serius seperti kanker. Walaupun hasil diagnosanya meyakinkan
bahwa anaknya menderita penyakit kanker tetapi orang tua tidak dapat mentolerir
realita tersebut.
Bentuk penyangkalan yang kurang ekstrim
dapat ditemukan pada individu yang secara terus menerus mangabaikan kritik
orang lain, dan tidak merasa bahwa orang lain tidak senang pada dirinya. Contoh
lain, menolak bukti-bukti bahwa pasangannya berselingkuh.
6. Intelektualisasi
Intelektualisasi adalah upaya melepaskan
diri dari situasi stress dan menghadapinya dengan menggunakan istilah-istilah
yang abstrak dan intelektual. Jenis pertahanan ini seringkali diperlukan oleh
orang yang harus menghadapi masalah hidup dan mati dalam pekerjaannya. Contoh
dokter yang terus menerus berhadapan dengan penderitaan manusia tidak dapat
terlibat secara emosional dengan tiap pasiennya (misalnya tidak dapat
menyatakan kondisi yang sebenarnya kritis). Agar dapat membebaskan diri dari
tuntutan menyembuhkan pasien dan tetap dianggap kompeten, maka ia melakukan
intelektualisasi dengan cara menggunakan istilah-istilah abstrak dan ilmiah
untuk menjelaskan kondisi pasien.
Jenis intelektualisasi ini akan menjadi
masalah apabila ia menjadi gaya hidup yang meresap sehingga individu selalu
menggunakan cara ini untuk melepaskan dirinya dari semua pengalaman emosional.
7. Pengalihan
Mekanisme pertahanan yang dianggap dapat
memenuhi fungsinya adalah mekanisme yang dapat menurunkan kecemasan dan
memuaskan motif yang tidak dapat dibenarkan (misalnya dorongan seksual yang
tidak pada tempatnya). Dengan cara melakukan pengalihan (displacement) ke aktivitas lain. Contoh kemarahan yang tidak dapat
diekspresikan karena sasarannya adalah atasannya, kemudian disalurkan ke objek
yang kurang mengancam (bawahan). Menurut Freud mekanisme pengalihan merupakan
cara yang paling memuaskan untuk memenuhi impuls agresif atau seksual.
- Pendekatan Problem Solving
terhadap Stress
Salah satu cara dalam menangani stress
yaitu menggunakan metode biofeedback, tekhniknya adalah mengetahui
bagian-bagian tubuh mana yang terkena stress kemudian belajar untuk
menguasainya. Tekhnik ini menggunakan serangkaian alat yang sangat rumit
sebagai feedback. Melakukan sugesti untuk diri sendiri juga dapat lebih efektif
karena kita tahu bagaimana keadaan diri kita sendiri. Berikan sugesti-sugesti
yang positif, semoga cara ini akan berhasil ditambah dengan pendekatan secara
spiritual (mengarah pada Tuhan).
II. Hubungan Interpersonal
- Model-model Hubungan Interpersonal
1. Model Pertukaran Sosial
Model ini memandang hubungan interpersonal
sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena
mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley, dua
orang pemuka dari teori ini menyimpulkan model pertukaran social sebagai
berikut : “Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa
setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan social
hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan
biaya”.
Ganjaran
yang dimaksud adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh
seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran dapat berupa uang, penerimaan social,
atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Sedangkan yang dimaksud dengan biaya adalah akibat yang negative yang
terjadi dalam suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik,
kecemasan dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat
menimbulkan efek-efek tidak menyenangkan. Hasil
laba adalah ganjaran dikurangi biaya. Bila seseorang merasa dalam suatu
hubungan interpersonal, bahwa ia tidak memperoleh laba sama sekali, ia akan
mencari hubungan lain yang mendatangkan laba. Tingkat Perbandingan , menunjukkan ukuran baku (standar) yang
dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang.
2. Model Peranan
Model peranan menganggap hubungan
interpersonal sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memerankan
peranannya sesuai dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan
interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan
ekspedisi peranan, tuntutan peranan, memiliki keterampilan peranan dan
terhindar dari konflik peranan dan kerancuan peranan.
3. Model Interaksional
Model ini memandang hubungan interpersonal
sebagai suatu system. Setiap sistem memiliki sifat-sifat structural,
integrative dan medan. Semua system terdiri dari subsistem-subsistem yang
paling tergantung dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan. Selanjutnya
semua system mempunyai kecenderungan untuk memelihara dan mempertahankan
kesatuan. Bila ekuilibrium dari system terganggu, segera akan diambil
tindakannya. Setiap hubungan interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode
komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan peranan. Menggabungkan model pertukaran
peranan dan permainan.
4. Model Permainan
Orang-orang berhubungan dalam
bermacam-macam permainan. Yang mendasari permainan adalah tiga kepribadian
manusia, yaitu orang tua, orang dewasa dan anak-anak. Kita menampilkan salah
satu aspek kepribadian kita (orang tua, orang dewasa, anak-anak), dan orang
lain membalasnya dengan salah satu aspek tersebut juga.
- Pembentukkan Kesan dan
Ketertarikan Interpersonal
v Pembentukkan Kesan
Menurut Sears dkk. (1992) individu
cenderung membentuk kesan panjang lebar atas orang lain berdasarkan informasi
yang terbatas. Hanya dengan melihat dari potret atau secara langsung selama
beberapa saat saja, seseorang sudah cenderung menilai sebagian besar karakter
orang yang diamatinya tersebut. Bebrapa orang tidak percaya dengan pendapat
ini, meski demikian individu umumnya menilai orang lain dari segi intelegensi,
usia, latar belakang, ras, agama, pendidikan, kejujuran dan sebagainya
1. Evaluasi : Kesan Pertama
Menurut Sears dkk. (1992) aspek pertama
yang paling penting dan kuat adalah evaluasi : apakah kita akan menyukai atau
tidak menyukai seseorang ? kesan awal ini dapat dilihat dari beberapa indikasi
seperti : dia barangkali ingin bersahabat, senang ngobrol, periang atau ramah.
Secara formal dimensi evaluative merupakan
dimensi terpenting diantara sejumlah dimensi dasar yang mengorganisasi kesan
gabungan tentang orang lain. Terdapat banyak penelitian yang pada akhirnya
menyimpulkan bahwa evaluasi merupakan dimensi dasar terpenting dari persepsi
seseorang. Rosenberg, Nelson dan Vivekanathan (dalam Sears dkk.,1992) menemukan
bahwa orang mengevaluasi orang lain sesuai dengan kualitas intelektual atau
yang berhubungan dengan tugas terpisah mereka, dan kualitas social atau
hubungan interpersonal mereka, paling tidak untuk beberapa waktu. Meski
demikian perbedaan ini tidak merubah ciri dasarnya yaitu : manusia pertama-tama
akan berfikir sesuai dengan rasa suka atau tidak suka jika melihat orang lain.
2. Kesan Menyeluruh
Untuk menjelaskan bagaimana orang
mengevaluasi terhadap orang lain, dapat dilakukan dari “kesan yang diterima
secara keseluruhan”. Sears dkk. (1992) membagi kesan menyeluruh tersebut
menjadi dua, yaitu model penyamarataan dan model menambahkan.
Pertama model penyamarataan. Bagaimana
kita dapat menyusun potongan-potongan informasi yang terpisah-pisah menjadi
suatu kesan menyeluruh yang sederhana ? misalkan ketika anda bertemu dengan
seorang wanita yang bertubuh tinggi, tomboy, sportif, cuek dan senang bercanda
?. Para ahli psikologi mempunyai dua pandangan yang berbeda, yang satu lebih
menekankan kepada segi belajar, sementara yang lain menekankan pada factor
kognitif. Pendekatan belajar tersebut kemudian dikembangkan Anderson (dalam
Sears dkk., 1992) menjadi prinsip penyamarataan.
Kedua model menambahkan. Model menambahkan
(additive model) menyatakan bahwa individu mempersatukan potongan-potongan
informasi yang terpisah-pisah dengan jalan menambahkan nilai ukuran dan bukannya
dengan membuat rata-rata.
3. Konsistensi
Individu cenderung membentuk karakteristik
yang konsisten secara evaluative terhadap individu lainnya. Meski hanya
memiliki sedikit informasi. Kita cenderung memandang orang lain secara
konsisten dari kedalamannya. Karena evaluasi merupakan dimensi paling penting
di dalam persepsi manusia, sehingga kita cenderung akan menilai “baik” dan
“buruk”, dan bukan keduanya (Sears dkk., 1992).
Berdasarkan evaluasi dengan pendekatan
ini, maka kita akan melihat ciri lain yang konsisten dengannya. Jika seseorang
bersifat menyenangkan, dia harus menarik, cerdas, murah hati, dan seterusnya.
Sementara bila buruk, maka dia harus licik, berwajah buruk dan aneh.
Kecenderungan terhadap konsistensi ini disebut sebagai “efek halo”. Di dalam
efek halo, orang yang telah dilabel baik selalu dikelilingi oleh suasana
positif dan kebalikannya pada orang yang dilabel buruk selalu dipandang
memiliki kualitas yang buruk (efek halo negative) (Sears dkk., 1992).
4. Prasangka Positif
Prasangka positif menurut Sears (dalam Sears
dkk., 1992) adalah kecenderungan menilai orang lain secara positif sehingga
mengalahkan evaluasi negative. Misalnya pada studi dimana mahasiswa sebagian
besar memberikan nilai positif terhadap profesornya dengan nilai diatas
rata-rata, meski para mahasiswa tersebut telah mengalami berbagai pengalaman
baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan dengan profesornya
tersebut selama kuliahnya. Ada hipotesis rasional untuk berprasangka secara
positif, yaitu yang oleh Matlin dan Stang (dalam Sears dkk., 1992) disebut
sebagai prinsip pollyana. Berdasarkan pendapat ini, maka orang akan merasa
lebih senang apabila dikelilingi oleh hal-hal yang baik, pengalaman
menyenangkan, masyarakat yang ramah, cuaca yang cerah dan sebagainya. Bahkan
ketika mereka sakit atau rumahnya runtuh sekalipun, mereka akan tetap menilai
situasinya selalu baik.
v Ketertarikan Interpersonal
Ellen Berscheid (Berscheid, 1985; Berscheid & Peplau 1983;
Berscheid & Reis, 1998) menyatakan bahwa apa yang membuat orang-orang dari
berbagai usia merasa bahagia, dari daftar jawaban yang ada, yang tertinggi atau
mendekati tertinggi adalah membangun dan mengelola persahabatan dan memiliki
hubungan yang positif serta hangat. Tiadanya hubungan yang bermakna dengan
orang-orang lain membuat individu merasa kesepian, kurang berharga, putus asa,
tak berdaya, dan keterasingan. Ahli Psikologi Sosial, Arthur Aron menyatakan
bahwa motivasi utama manusia adalah ’ekspresi diri’ (self expression). Pada bab
ini didiskusikan penyebab keteratrikan, dimulai dari awal rasa suka hingga
cinta berkembang dalam hubungan yang erat.
1. Efek Kedekatan
Salah satu yang menentukan ketertarikan interpersonal adalah
kedekatan (proximity, propinquity). Orang yang mempunyai kesempatan paling
sering kita lihat dan kita jumpai, sangat mungkin menjadi sahabat kita atau
kita cintai (Berscheid & Reis, 1998). Festinger dkk (1950) menunjukkan
bahwa ketertarikan dan kedekatan hubungan tidak hanya tergantung pada jarak
fisik yang nyata, melainkan juga karena ‘jarak fungsional’. Jarak fungsional
menunjuk pada aspek desain arsitektur yang memungkinkan beberapa orang bertemu
lebih sering. Efek keakraban terjadi karena familiaritas (efek eksposur
semata-mata). Semakin sering kita mengalami eksposur suatu stimulus, semakin
besar kecenderungan kita menyukainya.
- Komputer : Keakraban Karak Jauh
Komputer merupakan media komunikasi yang memberikan tempat baru
bagi pengaruh keakraban. Kenyataannya, seseorang dengan jarak ribuan mil
menjadi tidak berarti dengan adanya internet walau tidak bisa bertemu. Keakraban
dan jarak fungsional ditentukan oleh layar komputer. Dalam salah satu
penelitian, partisipan secara random dirancang untuk bertemu dengan salah satu
cara: bertatap muka atau melalui internet. Surprise, hasilnya menunjukkan bahwa
mereka yang berkenalan melalui internet lebih saling tertarik dibanding mereka
yang berjumpa secara langsung (tatap muka). Bagaimanapun, ketika berjumpa
melalui internet, ketertarikan berkembang melalui kualitas percakapan,
sedangkan mereka yang berjumpa secara langsung dengan tatap muka
ketertarikannya lebih tergantung pada daya tarik fisik (Mc Kenna, Green, &
Gleason, 2002).
Jika kita bertemu dengan orang baru secara tatap muka kita
segera melihat penampilan fisiknya. Sebaliknya, ketika orang bertemu online,
mereka dapat menyembunyikan tampangnya dan ciri lain yang mungkin menurunkan
daya tariknya, seperti rasa gugup saat berada dalam situasi sosial. Anonimitas
internet dapat memudahkan orang untuk mengungkapkan informasi personalnya.
Sebagai akibatnya, individu mungkin merasa bahwa mereka lebih mampu
mengekspresikan aspek-aspek penting dari diri riil mereka saat berinteraksi
melalui internet. Katelyn McKenna dan rekannya (2002) memperkirakan bahwa orang
mungkin menjalin persahabatan awal dengan cepat secara online ketimbang melalui
tatap muka.
2. Kesamaan
Bagaimana awal berkembangnya suatu hubungan? Para peneliti
membedakan adanya dua jenis situasi sosial: situasi yang tertutup (close-field
situations) atau situasi yang terbuka (open-field situations) yang mendukung
perkembangan hubungan. Close-field situations: situasi yang mendorong orang
untuk berinteraksi satu sama lain. Misalnya, di kompleks perumahan, di tempat
kerja, dan sebagainya. Open-field situations : situasi dimana orang bebas untuk
merinteraksi maupun tidak, sesuai pilihan pribadi mereka. Bagaimanapun
situasinya, kadang dibutuhkan hal yang dapat melumasi hubungan untuk berkembang
menjadi lebih erat atau menjadi hubungan percintaan. ‛Minyak pelumas‛
itu adalah kesamaan, seperti kesamaan kepribadian, minat, dan sebagainya.
- Kesamaan Opini dan Kepribadian
Berbagai hasil eksperimen telah menunjukkan bahwa bila kita
mengetahui pendapat/opini seseorang mengenai suatu isu, meskipun kita belum
pernah bertemu, semakin sama opini tersebut dengan opini kita (misalnya, Birne
& Nelson, 1965). Bagaimana bila dalam kondisi bertemu? Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa kesamaan demografis, nilai-nilai, sikap, dan kepribadian,
merupakan hal yang menentukan ketertarikan untuk mengembangkan hubungan lebih
lanjut, menuju persahabatan ataupun hubungan percintaan.
- Kesamaan Gaya Interpersonal
Kita juga cenderung tertarik dengan orang yang memiliki gaya
interpersonal dan keterampilan komunikasi seperti kita. Hasil penelitian
Burleson dan Samter (1996) menunjukkan bahwa orang-orang cenderung tertarik
dengan teman sepermainan yang sama dalam berpikir mengenai orang-orang dan
bagaimana mereka menyukai percakapan mengenai hubungan antar pribadi. Orang
yang memiliki keterampilan interpersonal tinggi (fokus pada aspek psikologis
relasi sosial dan memandang relasi sosial sebagai hal yang kompleks) merasa
cocok dengan orang yang keterampilan interpersonalnya juga tinggi, demikian
pula orang yang memiliki keterampilan interpersonal rendah (fokus pada aspek
instrumental / apa yang terjadi secara aktual) merasa cocok dengan orang yang
keterampilan interpersonalnya rendah.
- Kesamaan Minat dan Pengalaman
Berbagai riset menunjukkan bahwa kita cenderung menyukai orang
yang memiliki minat dan pengalaman yang sama. Misalnya, penelitian Kubitscheck
dan Hallinan (1998) mengenai pola persahabatan pada mahasiswa, mereka cenderung
lebih memilih teman yang memiliki pengalaman dan minat yang sama dengannya
dibanding yang berbeda.
3. Kesukaan Timbal Balik
Kita semua merasa senang disukai. Hal ini cukup kuat
menimbulkan ketertarikan, tanpa harus ada kesamaan. Kesukaan timbal-balik
kadang terjadi karena self-fulfilling prophecy. Hal ini ditunjukkan dalam
eksperimen yang dilakukan oleh Curtis dan Miller (1986) dengan subjek
mahasiswa. Partisipan dipasangkan dengan orang yang belum dikenal sebelumnya,
dan selanjutnya salah satu diantaranya menerima pesan khusus: sebagian
partisipan diberi pesan yang meyakinkan dirinya bahwa mahasiswa pasangannya
(dalam eksperimen) menyukainya, dan sebagian partisipan lainnya diberi pesan
yang meyakinkan dirinya bahwa mahasiswa pasangannya tidak menyukainya. Ketika
kemudian pasangan tersebut diberi kesempatan untuk bertemu kembali, satu sama
lain saling berbicara, hasilnya seperti yang diduga, yaitu bahwa mereka yang
yakin disukai pasangannya berperilaku dengan cara yang lebih disukai
pasangannya, lebih membuka diri, lebih sedikit ketidaksetujuan dalam
mendiskusikan suatu isu, lebih hangat, dan lebih menyenangkan dibanding dengan
individu yang berpikir dirinya tidak disukai. Akibatnya, mahasiswa yang yakin
dirinya disukai menjadi jauh lebih disukai oleh pasangannya bila dibanding
mahasiswa yang yakin dirinya tidak disukai.
4. Ketertarikan Fisik dan Kesukaan
Selain kedekatan (propinquity), kesamaan, dan rasa suka
timbal-balik, keteratrikan juga ditentukan oleh penampilan fisik. Daya tarik
fisik merupakan hal yang menentukan kesan pertama baik pada laki-laki maupun
perempuan. Namun berbagai penelitian menunjukkan bahwa dibanding perempuan,
laki-laki menilai daya tarik fisik lebih penting. Hasil penelitian
meta-analisis (penelitian yang menganalisis lebih lanjut berbagai hasil
penelitian yang topiknya sama) yang dilakukan oleh Feingold, 1990) menunjukkan
bahwa bila yang diukur sikapnya, dibanding pada perempuan pada umumnya
laki-laki menilai penampilan fisik lebih penting; bagaimanapun juga bila yang
diukur adalah perilaku aktual, antara laki-laki dan perempuan memberikan respon
yang sama terhadap daya tarik fisik pihak lain.
- Apa yang Menarik ?
Ciri-ciri fisik seperti apakah yang menimbulkan daya tarik ?
Media massa telah mendikte kita untuk mendefinisikan apa yang disebut cantik
(beauty) dan tampan (handsome). Misalnya, dalam film atau buku anak-anak, tokoh
yang menjadi pahlawan perempuan, selalu digambarkan serupa: mungil, hidung
mancung, mata lebar, bibir yang indah, langsing, tubuh atletis, yang secara
keseluruhan seperti boneka-boneka barbie.
- Standar Budaya Mengenai Keindahan
Persepsi mengenai wajah cantik dan ganteng antar berbagai
budaya apakah sama? Hasil penelitian lebih lanjut oleh Cunningham (1995) maupun
beberapa penelitian lain memberikan jawaban ’ya’, bahwa dalam berbagai budaya
terdapat kesamaan persepsi mengenai kriteria cantik dan ganteng. Hal ini diperkuat
dengan hasil meta-analisis oleh Judith Langlois dkk (2000).
- Kekuatan dari Familiaritas
(familiarity)
Salah satu variabel yang menentukan ketertarikan adalah
familiaritas (banyaknya eksposur). Hal ini perlu dicatat sebagai hal yang
menentukan ketika partisipan memberikan rating terhadap sekumpulan foto wajah.
Mereka memilih satu wajah yang nampak secara tipikal, familiar, dan menarik
secara fisik.
- Asumsi Mengenai Orang yang Menarik
Pada umumnya kita menyukai keindahan. Hal ini dapat menimbulkan
ketidakseimbangan dalam menilai seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai
penelitian menemukan bahwa ketertarikan fisik mempengaruhi atribusi orang
mengenai apa yang menarik. Secara khusus, orang cenderung memberikan atribut
kualitas yang positif (yang tidak ada hubungannya dengan apa yang terlihat)
terhadap orang yang nampak cantik/tampan. Hal ini disebut sebagai stereotip
’apa yang baik dari keindahan’. Hasil meta-analisis menunjukkan bahwa
ketertarikan fisik berpengaruh sangat besar terhadap subjek laki-laki maupun
perempuan ketika melakukan penilaian terhadap kompetensi seseorang: Mereka yang
lebih menarik secara fisik dianggap lebih mampu bersosialisasi, ekstrovert, dan
populer dibanding yang kurang menarik. (Eagly dkk, 1991; Faingold, 1992b).
Mereka juga dinilai lebih menarik secara seksual, lebih bahagia, dan lebih
asertif.
- Intimasi dan Hubungan Pribadi
Intimasi atau ketertarikan adalah sebuah
fenomena yang dialami dan dirasakan oleh setiap individu didalam kehidupannya,
terkadang ketertarikannya itu berawal dari sebuah proses interaksi Antara satu
individu dengan individu lainnya. Untuk mempertegas dan memperjelas pengertian
intimasi diatas, berikut ini pengertian intimasi menurut pandangan beberapa
ahli :
1.
Shadily dan Echols (1990) mengartikan intimasi
sebagai kelekatan yang kuat yang didasarkan oleh saling percaya dan
kekeluargaan
2.
Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan
intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk
mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain
3. Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu
hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari
oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi
masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran
dan aktivitas yang sama.
4. Levinger & Snoek (Brernstein dkk, 1988)
merupakan suatu bentuk hubungan yang berkembang dari suatu hubungan yang
bersifat timbal balik Antara dua individu. Keduanya saling berbagi pengalaman
dan informasi, bukan saja pada hal-hal yang berkaitan dengan fakta-fakta umum
yang terjadi disekeliling mereka, tetapi lebih bersifat pribadi seperti berbagi
pengalaman hidup, keyakinan-keyakinan, pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi
dalam hidup. Pada tahap ini akan terbentuk perasaan atau keinginan untuk
menyayangi, memperdulikan, dan merasa bertanggung jawab terhadap hal-hal
tertentu yang terjadi pada orang yang dekat dengannya.
5. Atwater (1983) mengemukakan bahwa intimasi
mengarah pada suatu hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan Antara
dua orang yang diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada
keterbukaan pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan
mereka yang terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh
makna untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat
ikatan yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi
dan membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk
merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzo dalam papalia dkk, 2001).
intimasi mengacu pada perasaan yang hangat, dekat, dan terikat
baik secara fisik maupun emosional yang diekspresikan secara verbal ataupun non
verbal, dan didapat dari orang yang dicintai. Ketika menjalin intimasi pasangan
saling berbagi perasaan yang terdalam, memberi dan menerima tanpa pamrih,
merasa dapat mengerti dan dimengerti, saling memelihara hubungan dan dapat
mengandalkan pasangannya apabila dalam kesusahan. Namun intimasi juga masih
memberikan kesempatan pada masing-masing individu untuk berkembang, serta
mengakui adanya keunikan dalam diri masing-masing individu. Komunikasi
yang selalu terjaga, kepercayaan, kejujuran dan saling terbuka pun menjadi
modal yang cukup untuk membina hubungan yang harmonis. Maka jangan kaget
apabila komunikasi kita dengan pasangan tidak berjalan dengan mulus atau selalu
terjaga bisa jadi hubungan kita akan terancam bubar atau hancur. Tentu saja itu
akan menyakitkan hati kita dan setiap pasangan di dunia ini pun tidak pernah
menginginkan hal berikut.
Referensi
:
- Basuki, Heru. 2008. Psikologi Umum. Jakarta : Universitas Gunadarma
- Puspitawati, l. (1996). Seri
diklat kuliah psikologi umum 1. Jakarta: Universitas Gunadarma
- Widyarini, MM Nilam. 2007. Daya Ketertarikan Interpersonal.
- http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Sugiyanto,%20M.Pd./2%20Materi%20Bab%203.pdf
- http://psikologi.or.id/mycontents/uploads/2010/11/hubinterpersonal.pdf
- http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/psikologi_umum2/bab3_interaksi_sosial.pdf
- http://nilam.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30402/BAB+10.+DAYA+TARIK+INTERPERSONAL.pdf.
- http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/125712-158.2%20NUR%20t%20-%20Tingkat%20Ketakutan%20-%20Literatur.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar