Jumat, 07 November 2014

Tugas 2 Psikologi Manajemen-Softskill

Psikologi Manajemen 

1. Teori Motivasi yang bisa menggerakkan proses kerja karyawan

  1. Teori Tata Tingkat-Kebutuhan
            Menurut Maslow, individu dimotivasi oleh kebutuhan yang belum dipuaskan, yang paling rendah, paling dasar dalam tata tingkat. Begitu tingkat kebutuhan ini dipuaskan, ia tidak akan lagi memotivasi perilaku. Kebutuhan pada tingkat berikutnya yang lebih tinggi menjadi dominan. Dua tingkat kebutuhan dapat beroperasi pada waktu yang sama, tetapi kebutuhan pada tingkat lebih rendah yang dianggap menjadi motivator yang lebih kuat dari perilaku. Maslow juga menekankan bahwa makin tinggi tingkat kebutuhan, makin tidak penting ia untuk mempertahankan hidup (survival) dan makin lama pemenuhannya dapat ditunda.
  1. Kebutuhan fisiologikal (faali). Kebutuhan yang timbul berdasarkan kondisi fifiologikal badan kita, seperti kebutuhan untuk makanan dan minuman, kebutuhan akan udara segar (oksigen). Kebutuhan fisiologikal merupakan kebutuhan primer atau kebutuhan dasar, yang harus dipenuhi. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka individu berhenti eksistensinya.
  2. Kebutuhan rasa aman. Kebutuhan ini masih sangat dekat dengan kebutuhan fisiologis. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk dilindungi dari bahaya dan ancaman fisik. Dalam pekerjaan, kita jumpai kebutuhan ini dalam bentuk “rasa asing” sewaktu menjadi tenaga kerja baru, atau sewaktu pindah ke kota baru.
  3. Kebutuhan sosial. Kebutuhan ini mencakup memberi dan menerima persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki (belonging). Setiap orang ingin menjadi anggota kelompok sosial, ingin mempunyai teman, kekasih. Dalam pekerjaan kita jumpai kelompok informal yang merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sosial seorang tenaga kerja.
  4. Kebutuhan harga diri (esteem needs). Kebutuhan harga diri meliputi dua jenis:
a.    Yang mencakup faktor-faktor internal, seperti kebutuhan harga diri, kepercayaan diri, otonomi dan kompetensi.
b.    Yang mencakup faktor-faktor eksternal kebutuhan yang menyangkut reputasi seperti mencakup kebutuhan untuk dikenali dan diakui (recognition), dan status.
Kebutuhan harga diri ini dapat terungkap dalam keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya. Keinginan untuk didengar dan dihargai pandangannya.
5.  Kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dirasakan dimiliki. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan potensinya secara penuh. Kebutuhan ini menekankan kebebasan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.
          Dalam situasi dan kondisi tertentu, kebutuhan-kebutuhan pada teori tata tingkat kebutuhan ini dapat menimbulkan motivasi proaktif dan dapat menimbulkan motivasi reaktif. Lingkungan kerja besar pula pengaruhnya terhadap corak motivasi kerja seseorang. Paksaan yang dirasakan oleh seseorang tenaga kerja untuk mementingkan ketaatan terhadap atasan dapat menghasilkan motivasi kerja yang lebih reaktif coraknya. Sebaliknya lingkungan kerja dapat pula merangsang timbulnya motivasi kerja yang proaktif.

  1. Teori Dua Faktor
            Teori dua factor juga dinamakan teori hygiene-motivasi dikembangkan oleh Herzberg. Ia temukan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yang ia namakan faktor motivator, mencakup faktor-faktor  yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan, yang merupakan factor intrinsikdari pekerjaan yaitu:
  1. Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja
  2. Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya
  3. Pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya
  4. Capaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi
  5. Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas unjuk-kerjanya.
            Kelompok faktor yang lain yang menimbulkan ketidakpuasan, berkaitan dengan konteks dari pekerjaan, dengan faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan, dan meliputi faktor-faktor:
1.     Administrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan.
2.      Penyeliaan, derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan diterima oleh tenaga kerja.
3.      Gaji, derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan unjuk-kerjanya.
4.    Hubungan antarpribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya.
5.      Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya.
           Faktor-faktor yang termasuk dalam kelompok factor motivator cenderung merupakan factor-faktor yang menimbulkan motivasi kerja yang lebih bercorak proaktif, sedangkan factor-faktor yang termasuk dalam kelompok faktor hygiene cenderung menghasilkan motivasi kerja yang lebih reaktif.

  1. Teori Motivasi Berprestasi (Achievement Motivation)
            Teori motivasi berprestasi dikembangkan oleh David McClelland. Lebih tepatnya teori ini disebut teori kebutuhan dari McClelland, karena ia tidak saja meneliti tentang kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), tapi juga tentang kebutuhan untuk berkuasa (need for power), dan kebutuhan untuk berafiliasi/berhubungan (need for affiliation).
           Kebutuhan untuk berprestasi (Need for Achievement). Ada sementara orang yang memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil. Mereka lebih mengejar prestasi pribadi daripada imbalan terhadap keberhasilan. Mereka bergairah untuk melakukan sesuatu lebih baik dan lebih efisien dibandingkan hasil sebelumnya. Dorongan ini yang disebut  kebutuhan untuk berprestasi (the achievement need = nAch).
            Kebutuhan untuk berkuasa (Need for Power). Kebutuhan kedua ialah kebutuhan untuk berkuasa (need for power = nPow). Kebutuhan untuk berkuasa ialah adanya keinginan yang kuat untuk mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi orang lain, dan untuk memiliki dampak terhadap orang lain. Orang dengan kebutuhan untuk berkuasa yang besar menyukai pekerjaan-pekerjaan dimana mereka menjadi pimpinan, dan mereka berupaya mempengaruhi orang lain.
            Kebutuhan untuk berafiliasi (Need for Affiliation). Kebutuhan yang ketiga ialah kebutuhan untuk berafiliasi (need for affiliation = nAff). Kebutuhan ini yang paling sedikit mendapat perhatian dan paling sedikit diteliti. Orang-orang dengan kebutuhan untuk berafiliasi yang tinggi ialah orang-orang yang berusaha mendapatkan persahabatan. Mereka ingin disukai dan diterima oleh orang lain. Mereka lebih menyukai situasi-situasi kooperatif dari situasi kompetitif, dan sangat menginginkan hubungan-hubungan yang melibatkan saling pengertian dalam derajat yang tinggi. Mereka akan berusaha untuk menghindari konflik.

  1. Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory)
            Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori tujuan, yang mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat/intentions (tujuan-tujuan) dengan perilaku. Teori ini secara relative lempang dan sederhana. Aturan dasarnya ialah penetapan dari tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan pernyataannya jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan unjuk-kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang taksa, tidak khusus, dan yang mudah dicapai.
            Penetapan tujuan dapat ditemukan juga dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda
            Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, dapat, seperti pada MBO, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan perusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan. Bila seorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu, dapat terjadi bahwa keikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.

2. Teori tentang pola kepemimpinan

  1. Pola Kepemimpinan Otokratik
            Tipe kepemimpinan yang otoriter biasanya berorientasi kepada tugas. Artinya dengan tugas yang diberikan oleh suatu lembaga atau suatu organisasi, maka kebijaksanaan dari lembaganya ini akan diproyeksikan dalam bagaimana ia memerintah kepada bawahannya agar kebijaksanaan tersebut dapat tercapai dengan baik. Di sini bawahan hanyalah suatu mesin yang dapat digerakkan sesuai dengan kehendaknya sendiri, inisiatif yang datang dari bawahan sama sekali tak pernah diperhatikan.
            Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain: (1) mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi, (2) pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal, (3) berambisi untuk merajai situasi, (4) setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri, (5) bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan tindakan yang akan dilakukan, (6) semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi, (7) adanya sikap eksklusivisme, (8) selalu ingin berkuasa secara absolut, (9) sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku, (10) pemimpin ini akan bersikap  baik pada bawahan apabila mereka patuh.
Kelebihan gaya kepemimpinan Otokratik:
  1. Keputusan dapat diambil secara cepat
  2. Mudah dilakukan pengawasan
Kelemahan gaya kepemimpinan Otokratik:
  1. Keberhasilan yang dicapai adalah karena ketakutan bawahan terhadap atasannya dan bukan atas dasar keyakinan bersama.
  2. Disiplin yang terwujud selalu dibayang-bayangi dengan ketakutan akan hukuman yang keras bahkan pemecatan.
  3. Pemimpin yang diktator tidak menghendaki rapat atau musyawarah.
  4. Setiap perbedaan diantara anggota kelompoknya diartikan sebagai kelicikan, pembangkangan, atau pelanggaran disiplin terhadap perintah atau instruksi yang telah diberikan.  
  5. Inisiatif dan daya pikir anggota sangat dibatasi, sehingga tidak diberikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.
  6. Pengawasan bagi pemimpin yang diktator hanyalah berarti mengontrol, apakah segala perintah yang telah diberikan ditaati atau dijalankan dengan baik oleh anggotanya.
  7. Mereka melaksanakan inspeksi, mencari kesalahan dan meneliti orang-orang yang dianggap tidak taat kepada pemimpin, kemudian orang-orang tersebut diancam dengan hukuman, dipecat, dsb. Sebaliknya, orang-orang yang berlaku taat dan menyenangkan pribadinya, dijadikan anak emas dan bahkan diberi penghargaan.     
  8. Kekuasaan berlebih ini dapat menimbulkan sikap menyerah tanpa kritik dan kecenderungan untuk mengabaikan perintah dan tugas jika tidak ada pengawasan langsung.

  1. Pola Kepemimpinan Demokratik
            Pemimpin ikut berbaur di tengah anggota-anggota kelompoknya. Hubungan pemimpin dengan anggota bukan sebagai majikan dengan bawahan, tetapi lebih seperti kakak dengan saudara-saudaranya. Dalam tindakan dan usaha-usahanya ia selalu berpangkal kepada kepentingan dan kebutuhan kelompoknya, dan mempertimbangkan kesanggupan dan kemampuan kelompoknya. Dalam melaksanalan tugasnya, ia mau menerima dan bahkan mengharapkan pendapat dan saran-saran dari kelompoknya. Ia mempunyai kepercayaan pula pada anggota-anggotanya bahwa mereka mempunyai kesanggupan bekerja dengan baik dan bertanggung jawab. Ia selalu berusaha membangun semangat anggota kelompok dalam menjalankan dan mengembangkan daya kerjanya dengan cara memupuk rasa kekeluargaan dan persatuan. Di samping itu, ia juga memberi kesempatan kepada anggota kelompoknya agar mempunyai kecakapan memimpin dengan jalan mendelegasikan sebagian kekuasaan dan tanggung jawabnya.
  1. Kekurangan Pola Kepemimpinan Demoktarik
            Kekurangan dari kepemimpinan demokratik adalah, karena di sini seorang pemimpin memberikan kesempatan dan hak yang seluas-luasnya kepada para stafnya, maka mereka  memiliki banyak sekali  pendapat yang berbeda,sehingga pemimpin sulit menentukan pendapat yang sesuai dengan anggota yang tidak menyetujui kesepakatan forum yang ada, maka terkadang terjadi suatu konflik atau perdebatan antara anggota forum dengan sehingga Proses pengambilan keputusan akan memakan waktu yang lebih banyak serta sulitnya pencapaian kesepakatan
  1. Kelebihan Pola Kepemimpinan Demokratik
            Kelebihan gaya kepemimpinan demokratik dapat menampung aspirasi dan keinginan bawahan sehingga dapat menumbuhkan rasa memiliki terhadap organisasi pada umumnya dan pekerjaan pada khususnya. Kelemahan gaya kepemimpinan yang demokratik cenderung menghasilkan keputusan yang disukai daripada keputusan yang tepat

  1. Pola Kepemimpinan Permisif (Laissez Faire)
            Tipe kepemimpinan yang permisif atau laissez faire bisa bermakna serba boleh, serba mengiyakan, tidak mau ambil pusing, tidak bersikap dalam makna sikap sesungguhnya, dan apatis. Pemimpin permisif tidak mempunyai pendirian yang kuat, sikapnya serba boleh. Bawahan tidak mempunyai pegangan yang jelas, informasi diterima simpang siur dan tidak konsisten.
            Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem nepotisme. Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan kacau balau
Kekurangan dan kelebihan Pola Kepemimpinan Permisif
  1. Kekurangan; Pemimpin sama sekali tidak memberikan control dan koreksi terhadap pekerjaan bawahannya, Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan sepenuhnya kepada bawahannya tanpa petunjuk atau saran-saran dari pemimpin. Dengan demikian mudah terjadi kekacauan-kekacauan dan bentrokan-bentrokan, Tingkat keberhasilan anggota dan kelompok semata-mata disebabkan karena kesadaran dan dedikasi beberapa anggota kelompok, dan bukan karena pengaruh dari pemimpin.
  2. Kelebihan: Keputusan berdasarkan keputusan anggota, Tidak ada dominasi dari pemimpin

Sumber:
Munandar, A. S. (2008). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: UI-Press.





Kamis, 09 Oktober 2014

Softskill - Psikologi Manajemen tugas 1

Psikologi Manajemen

I. Unsur Psikologis dari Manajemen
  1. Unsur Kognitif : Daya tangkap kognitif untuk memahami tugas (baik melalui informasi kalimat, simbol ataupun angka), daya berfikir yang konseptual (membangun konsep berfikir yang menyeluruh dan sistematis), dan juga daya analisa berfikir (menciptakan hasil pemikiran yang tepat untuk selesaikan masalah).
  2. Unsur Sikap Kerja : Unsur sikap kerja bisa dilihat di dalam beberapa aspek sikap kerja. Yaitu ketahanan terhadap tekanan (daya tahan stress), cara kerja yang cepat untuk selesaikan pekerjaan, kemauan untuk mencapai prestasi kerja yang memuaskan, ketelitian dalam melakukan pekerjaan.
  3. Unsur Kepribadian : Unsur kepribadian bisa berupa daya penyesuaian diri (adaptasi), kemampuan menjalin interaksi dan hubungan yang baik, kemauan untuk bekerja sama dan juga bisa berupa kemampuan untuk memimpin.
II. Perilaku yang Muncul Dalam Manajemen

  1. Planning
·      Memutuskan apa yang harus dilakukan, kapan melakukannya, bagaimana melakukannya dan siapa yang melakukannya
·         Merancang struktur formal
·         Merancang penyusunan anggaran belanja
·         Melakukan prakiraan kegiatan organisasi dan penganggaran
· Mengelompokkan dan mengatur serta membegi tugas-tugas atau pekerjaan diantara organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien

  1. Organizing
·         Melakukan penyusunan staff
·         Memberikan pengarahan
·         Melakukan pengkoordinasian
·         Memberikan bimbingan
·         Melakukan penggerakan dan pengawasan
·         Menyusun struktur organisasi
·         Menyusun sumber daya (tenaga, keuangan, sarana dan prasarana)

  1. Actuating
·         Melakukan pengarahan
·         Memberikan bimbingan
·         Berkomunikasi termasuk kordinasi
·   Menggerakan semua anggota kelompok untuk bekerja agar mencapai tujuan organisasi
·         Mengembangkan kemampuan dan keterampilan staff

  1. Controlling
·         Mengendalikan pelaksanaan program dan aktivitas organisasi
·         Mengawasi dan mengadakan koreksi
·         Memastikan perencanaan agar sesuai dengan rencana
·         Mendeteksi penyimpangan

III. Sistem Manajemen Companion Store

  1. Logistik
Barang dikirim dua hari sekali atau sehari sekali, dimana barang kiriman itu dikirim dari hasil terbentuknya data harian yang dikirim dari toko ke gudang toko. Jadi barang yang dibeli dari konsumen akan dikirim keesokan harinya, jika data hariannya tidak sampai secara otomatis barang yang ditoko kosong/not full. Jika terdapat barang yang expired biasanya barang tersebut di retur (daur ulang/diganti dengan barang yang baru), dan semua karyawan berkewajiban untuk memeriksa semua barang yang expired bukan hanya tanggung jawab satu orang karyawan saja.

  1. Display
Barang-barang pajangan atau barang-barang yang diletakkan dimeja kasir. Barang yang ada dimeja kasir atau rak-rak yang ada di depan itu sewa ke pihak toko. Supliyer tersebut sewa pertahunnya ke toko da nada perjanjiannya sendiri dengan pihak toko. Barang-barang yang diletakkan di meja kasir itu adalah barang yang sedang promo seperti saat weekend atau akhir bulan. Tujuan mereka mambayar dan memasang barang di depan agar konsumen melihat produk tersebut, supaya customer mengetahui barang apa saja yang sedang promo, supaya customer lebih mudah menjangkau barang tersebut dan tidak harus mencari-cari tempat barang tersebut.

  1. SDM (Sumber Daya Manusia)
Sumber daya manusia diseleksi di kantor pusat, saat sudah lolos calon karyawan tersebut akan ditempatkan dicabang-cabang yang sudah ditentukan, saat sudah berada di cabang toko masing-masing karyawan akan mengikuti peraturan dan kebijakan yang ada di toko tersebut karena setiap cabang toko memiliki aturan dan kebijakannya masing-masing. Dalam satu cabang toko terdiri dari 11 karyawan, dan 11 karyawan tersebut dibagi kedalam 3 shift yang tiap shiftnya terdiri dari 3 sampai 4 karyawan. Sistem shift ada 3 yakni, shift 1 mulai pukul 7 pagi sampai pukul 4 sore, shift 2 mulai pukul 3 sore sampai pukul 10 malam, shift 3 mulai pukul 10 malam sampai pukul 7 pagi. Namun khusus untuk karyawati (karyawan perempuan) hanya diberi 2 shift saja dan pembagian shift tersebut di atur oleh kepala toko.

  1. Keuangan
Karyawati bagian kasir menyetorkan uang dan data-data hasil dari pekerjaannya ke kepala toko atau staff yang biasa disebut klerek. Penyetoran uang dan data-data barang yang terjual diserahkan pada akhir shift sebelum pergantian ke karyawan di shift berikutnya.

  1. Keamanan
Di toko ini tidak ada satpam, security atau penjaga keamanan, namun didalam tersedia cctv yang diletakkan diberbagai sudut ruangan. Jadi para karyawanlah yang bertanggung jawab menjaga keamanan di dalam toko.




Sabtu, 21 Juni 2014

Kesehatan Mental - Softskill Tugas 4



Pendekatan Kesehatan Mental

          Di tv dan di koran kini semakin banyak kita temukan kasus-kasus yang mengenai ketidaksehatan mental, ketidaksehatan mental adalah ketidakmampuan individu menghadapi realitas, yang membuahkan banyak konflik mental pada dirinya.   Akan lebih baik jika kita mencegah ketidaksehatan mental,  menurut saya ada beberapa cara untuk mencegah ketidaksehatan mental, seperti berolahraga, istirahat yang cukup, mengkonsumsi makanan sehat secara teratur, berekspresi dan relaksasi.

1.     Berolahraga
          Berolahraga tidak hanya baik untuk kesehatan tubuh, tetapi juga baik untuk kesehatan mental. Selain olah raga menghasilkan tubuh yang kuat dan sehat, olahraga juga mampu meningkatkan rasa bahagia kita, secara tak langsung psikologis seseorang akan terhibur ketika sedang melakukan olahraga. berolahraga mengandung zat-zat yang mengatur perasaan gelisah, stress dan lainnya. Berolahraga dapat mengalirkan darah ke otak dan keseluruh tubuh sehingga membuat otot dan mental lebih tenang. Dalam jangka panjang, memelihara kebugaran fisik akan menambah kepercayaan diri dan mengubah cara berfikir kita terhadap diri kita sendiri sehingga kesehatan mental pun terjaga. Apalagi olahraga yang berupa permainan seperti sepakbola, basket, voli, bulu tangkis dan lainnya. Hal ini akan mengurangi stress dan meningkatkan daya tahan tubuh.

2.    Istirahat yang cukup
          Selain berolahraga, kita juga memerlukan istirahat yang cukup. Istirahat atau tidur adalah waktu yang dapat merilekskan pikiran dan otot pada tubuh kita. Dengan beristirahat secara teratur maka anda akan terhindar dari ketidaksehatan mental. selain istirahat dapat merilekskan pikiran kita istirahat juga berguna untuk merilekskan otot-otot tubuh kita dan dapat menjadikan tubuh kita menjadi bugar, dengan begitu kita juga dapat berfikir jernih dan terhindar dari stress, depresi dan lainnya.

3.    Mengkonsumsi makanan sehat
          Makanan tidak hanya memberikan nutrisi ke dalam tubuh, namun juga menjaga tubuh dari stress. Makanan yang kita konsumsi mempengaruhi kesehatan kita dan tentu saja mempengaruhi pikiran kita. Apabila kita memakan makanan yang bergizi secara teratur itu dapat membuat kita sehat secara jasmani dan bila jasmani kita sudah sehat maka akan sedikit kemungkinan terjadi ketidaksehatan mental. Tentunya makanan yang dimaksudkan adalah makanan yang bergizi dan baik untuk kesehatan.

4.    Berekspresi
          Memendam emosi sama halnya dengan membiarkan penyakit memburuk tanpa diobati. Emosi yang terpendam dapat memberikan dampak buruk terhadap fisik dan mental. cara untuk mengeluarkan emosi adalah dengan mengekspresikan perasaan kita. Mengekspresikan perasaan kita adalah salah satu cara untuk melepaskan emosi dan menghilangkan stress. Mengekspresikan diri dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan seni seperti melukis, bermain musik atau menulis sebuah karangan (cerita). Tentu saja kita harus mengeskpriskan perasaan kita untuk hal-hal yang baik bukan malah manjadikan ekspresi kita sebagai jalan untuk tindakan kriminal, karena jika kita salah dalam mengekspresikan perasaan kita bukan kesehatan mental yang didapatkan tapi malah ketidaksehatan mental.

5.    Relaksasi
          Ketika pikiran kita didominasi dengan masalah yang terjadi di masa lalu, saat ini atau menghawarirkan menghadapi masa depan, maka akan tercipta kekhawatiran yang berlebihan. Jika mental kita dalam keadaan sehat maka kita akan mudah untuk menenangkan pikiran kita dan konsentrasi pada apa yang kita kerjakan namun jika mental kita dalam keadaan yang tidak sehat maka masalah seperti semakin bertumpuk dan justru menghasilkan stress bahkan mungkin depresi. Kita dapat melakukan meditasi untuk mengistirahatkan pikiran kita dan membantunya untuk fokus terhadap apa yang sedang terjadi. Meditasi dapat dilakukan dengan menutup mata, fokus pada pernafasan, kosongkan pikiran kita dari apapun yang tidak berhubungan dengan yang terjadi saat ini. Hal ini dapat membantu tubuh menjadi lebih tenang dan membiarkan pikiran kita istirahat sejenak. Contoh meditasi yang terkenal saat ini yaitu seperti yoga.  Meditasi dapat meringankan tubuh kita dan membuat pikiran kita lebih stress, maka dengan begitu kita akan terhindar dari ketidaksehatan mental


          Demikian adalah cara untuk mencegah ketidaksehatan mental, semoga kita semua selalu terhindar dari ketidaksehatan mental J

Rabu, 16 April 2014

Tugas Kesehatan Mental 2 - Stress dan Hubungan Interpersonal

Tugas Pertemuan 2
STRESS dan HUBUNGAN INTERPERSONAL
1. STRESS
A. Arti Penting Stress
      Kita semua pernah mengalami stress. Tetapi sebenarnya strees tidak selalu jelek. Stress dalam tingkat yang sedang itu itu perlu untuk menghasilkan kewaspadaan dan minat pada tugas yang ada, dan membantu orang melakukan penyesuaian. Hidup yang serba tenang dan adem ayem itu menjemukan. Dalam ketenangan yang menjemukan itu orang misalnya menonton film detektif, menonton pertandingan bermain game untuk mengatasi kondisi yang menjemukan ini. System saraf juga memerlukan rangsangan agar bisa tetap terlatih dan selanjutnya bisa berfungsi dengan baik.
      Stress yang jelek adalah stress yang terlalu kuat dan bertahan lama. Stress ini bisa mengganggu jasmani maupun rohani. Misalnya siswa yang mengalami stress terus menerus karena tuntutan belajar yang terlalu berat dan tidak sesuai dengan kemampuan. Stress yang terus menerus bisa juga timbul karena polusi udara dan kebisingan, kepadatan dan kemacetan lalu lintas, tindakan kejahatan, beban kerja yang berlebihan. Stress berat juga bisa dialami seseorang karena kehilangan orang yang dicintai dalam kecelakaan atau bencana alam.
      Stress yang timbul pada setiap orang pun bisa berbeda-beda, walaupun peristiwa yang dialami itu sama. Peristiwa tertentu yang membuat sesorang mengalami stress berat, bisa saja hanya menimbulkan stress ringan pada orang yang lain. Bahkan dampak rasa stress itu sendiri bisa berbeda pada setiap orang. Stress yang bagi seseorang dianggap manghancurkan, bagi orang lain bisa merupakan tantangan. Ada orang yang menjadi sangat kreatif dan produktif justru dalam keadaan stress. Ada siswa yang justru baru belajar secara efektif pada saat-saat menjelang ujian.
      J.P Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi mendefinisikan stress sebagai suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis. Hal senada diungkapkan dalam Atkinson (1983), stress terjadi ketika orang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan fisik maupun psikologisnya. Keadaan social, lingkungan, dan fisikal yang menyebabkan stress dinamakan stressor. Sementara reaksi orang terhadap peristiwa tersebut dinamakan respon stress, atau secara singkat disebut stress.
      Menurut Lazarus 1999 (dalam Rod Plotnik 2005:481) “Stress adalah rasa cemas atau terancam yang timbul ketika kita menginterpretasikan atau menilai suatu situasi sebagai melampaui kemampuan psikologis kita untuk bisa menanganinya secara memadai“ (“stress is the anxious or threatening feeling that comes when we interpret or appraise a situation as being more than our psychological resources can adequately handle”).
  1. Tipe-tipe Stress Psikologis
      Menurut Maramis (1990) ada empat tipe stress psikologis yaitu :
1.  Frustasi
      Muncul karena adanya kegagalan saat ingin mencapai suatu tujuan. Frustasi juga dapat diartikan sebagai sebagai efek psikologis terhadap situasi yang mengancam, seperti misalnya timbul reaksi marah, penolakan maupun depresi. Frustasi ada yang bersifat intrinsic (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian, pengangguran, perselingkuhan dll).
2. Konflik
      Ditimbulkan karena ketidakmampuan memilih dua atau lebih macam keinginan, kebutuhan atau tujuan. Bentuk konflik digolongkan menjadi tiga bagian yaitu
      Approach-approach conflict : terjadi apabila individu harus satu diantara dua alternative yang sama-sama disukai, Misalnya saja seseorang sulit menentukan keputusan diantara dua pilihan karir yang sama-sama diinginkan. Jenis konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan.
      Approach-avoidant conflict : situasi dimana individu merasa tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar dari seseorang atau suatu objek yang sama, misalnya seseorang yang berniat berhenti merokok karena khawatir merusak kesehatannya tetapi ia tidak dapat membayangkan sisa hidupnya kelak tanpa merokok.
      Avoidant-avoidant conflict : terjadi bila individu diharapkan pada dua pilihan yang sama-sama tidak disenangi, misalnya wanita muda yang hamil muda yang hamil diluar nikah, disatu sisi ia tidak ingin aborsi tapi disisi lain ia belum mampu secara mental dan finansial untuk membesarkan anaknya nanti. Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan dan memerlukan lebuh banyak tenaga dan waktu untuk menyelesaikannya.
3. Tekanan
      Tekanan terjadi karena adanya suatu tuntutan untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu maupun tuntutan tingkah laku tertentu. Tekanan timbul dalam kehidupan sehari-hari dan dapat berasal dalam diri individu. Tekanan dapat berasal dari luar diri individu, dan tekanan juga dapat timbul dari kombinasi keduanya. Tekanan sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki bentuk yang berbeda-beda pada setiap individu.
4. Kecemasan
      Kecemasan merupakan suatu kondisi individu merasakan kekhawatiran, kegelisahan, ketegangan dan rasa tidak nyaman yang tidak terkendali mengenai kemungkinan akan terjadinya sesuatu yang buruk. Respon yang paling umum terhadap suatu stressor adalah kecemasan.

  1. Simton Reducing Respon Terhadap Stress
      Individu yang mengalami stress tidak akan terus menerus merenungi kegagalan yang ia rasakan. Untuk itu setiap individu memiliki mekanisme pertahanan diri masing-masing untuk mengurangi gejala-gejala stress yang ada.
Mekanisme Pertahanan Diri
      Freud menggunakan istilah Mekanisme Pertahanan (defense mechanism) untuk menyebutkan strategi yang tidak disadari, yang digunakan untuk mengatasi emosi negative. Strategi tersebut tidak mengubah situasi stress melainkan semata-mata bertujuan mengubah cara menghayati atau memikirkan situasi. Defense mechanism merupakan proses yang tidak disadari. Berikut akan diuraikan jenis-jenis defense mechanism, yaitu :
1.  Represi
      Freud menganggap represi merupakan mekanisme pertahanan yang paling dasar dan paling penting. Dalam represi, impuls dan memori yang menimbulkan rasa malu, rasa bersalah atau sikap mencela diri sendiri, ditekan atau direpresi masuk bawah sadar. Menurut freud semua anak laki-laki memiliki rasa ketertarikan seksual kepada ibunya, dan rasa permusuhan dengan ayahnya (conflict Oedipus). Impuls itu direpresi untuk menghindari konsekuensi yang menyakitkan jika impuls tersebut diwujudkan. Demikian juga rasa permusuhan terhadap orang yang dicintai dan pengalaman kegagalan mungkin akan dihapuskan dari kesadarannya.

2. Rasionalisasi
      Rasionalisasi sebagai bentuk mekanisme pertahanan tidak sama artinya dengan bertindak secara rasional. Rasionalisasi disini artinya bertindak dengan menggunakan motif yang dapat diterima secara logis atau social, sedemikian rupa sehingga tampaknya bertindak secara rasional.
      Rasionalisasi memiliki 2 fungsi, yaitu (1) menghilangkan kekecewaan pada saat kita gagal kita gagal mencapai tujuan dan (2) merasionalisasikan apa yang telah kita lakukan untuk menempatkan perilaku kita dalam pandangan yang lebih menguntungkan. Ini bisa dilakukan, misalnya, dengan mencari alasan yang masuk akal ketimbang alasan yang sesungguhnya, atau dengan membuat sejumlah dalih. Dalih tersebut biasanya masuk akal, walaupun keadaan sebenarnya tidak demikian. Contoh, seseorang harus bangun pada jam tertentu, karena tidak boleh terlambat masuk kerja atau masuk sekolah. Tetapi ia terlambat masuk kantor atau sekolah, dan berdalih bahwa dia tidak dibangunkan, padahal sebenarnya dia malas masuk kantor atau masuk sekolah pagi-pagi.
3. Pembentukkan Reaksi
      Pembentukkan reaksi terjadi ketika orang melakukan perbuatan yang sebaliknya dari motif yang sesungguhnya. Contoh seorang ibu merasa bersalah karena sebenarnya ia menolak anak, lantaran belum/tidak ingin punya anak. Si ibu kemudian melakukan pembentukkan reaksi dengan bersikap yang terlalu protektif terhadap anaknya atau memperhatikkan anaknya secara berlebihan untuk menutupi perasaan sebenarnya. Dengan perilaku tersebut itu ibu tadi ingin meyakinkan anaknya bahwa ia adalah ibu yang baik.
4. Proyeksi
      Proyeksi adalah prilaku seseorang yang menutupi kualitas perilakunya yang tidak layak/kurang baik, kemudian mengenakan atau memproyeksikan kualitas atau sifat yang tidak baik tersebut pada orang lain. Misalnya anda memiliki kecenderungan suka mengeritik atau tidak ramah kepada orang lain. Kemudian anda memperlakukan orang disekitar anda, yang menurut penilaian anda kurang baik, berdasarkan kualitas anda yang kurang baik, dan menganggap diri andalah yang lebih baik dari orang lain.
5. Penyangkalan
      Penyangkalan adalah upaya untuk mengingkari atau menolak kenyataan negative yang ada pada diri anda atau keluarga anda. Misalnya orang tua menyangkal atau tidak mengakui bahwa anaknya menderita penyakit serius seperti kanker. Walaupun hasil diagnosanya meyakinkan bahwa anaknya menderita penyakit kanker tetapi orang tua tidak dapat mentolerir realita tersebut.
      Bentuk penyangkalan yang kurang ekstrim dapat ditemukan pada individu yang secara terus menerus mangabaikan kritik orang lain, dan tidak merasa bahwa orang lain tidak senang pada dirinya. Contoh lain, menolak bukti-bukti bahwa pasangannya berselingkuh.

6. Intelektualisasi
      Intelektualisasi adalah upaya melepaskan diri dari situasi stress dan menghadapinya dengan menggunakan istilah-istilah yang abstrak dan intelektual. Jenis pertahanan ini seringkali diperlukan oleh orang yang harus menghadapi masalah hidup dan mati dalam pekerjaannya. Contoh dokter yang terus menerus berhadapan dengan penderitaan manusia tidak dapat terlibat secara emosional dengan tiap pasiennya (misalnya tidak dapat menyatakan kondisi yang sebenarnya kritis). Agar dapat membebaskan diri dari tuntutan menyembuhkan pasien dan tetap dianggap kompeten, maka ia melakukan intelektualisasi dengan cara menggunakan istilah-istilah abstrak dan ilmiah untuk menjelaskan kondisi pasien.
      Jenis intelektualisasi ini akan menjadi masalah apabila ia menjadi gaya hidup yang meresap sehingga individu selalu menggunakan cara ini untuk melepaskan dirinya dari semua pengalaman emosional.
7.  Pengalihan
      Mekanisme pertahanan yang dianggap dapat memenuhi fungsinya adalah mekanisme yang dapat menurunkan kecemasan dan memuaskan motif yang tidak dapat dibenarkan (misalnya dorongan seksual yang tidak pada tempatnya). Dengan cara melakukan pengalihan (displacement) ke aktivitas lain. Contoh kemarahan yang tidak dapat diekspresikan karena sasarannya adalah atasannya, kemudian disalurkan ke objek yang kurang mengancam (bawahan). Menurut Freud mekanisme pengalihan merupakan cara yang paling memuaskan untuk memenuhi impuls agresif atau seksual.


  1. Pendekatan Problem Solving terhadap Stress
      Salah satu cara dalam menangani stress yaitu menggunakan metode biofeedback, tekhniknya adalah mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang terkena stress kemudian belajar untuk menguasainya. Tekhnik ini menggunakan serangkaian alat yang sangat rumit sebagai feedback. Melakukan sugesti untuk diri sendiri juga dapat lebih efektif karena kita tahu bagaimana keadaan diri kita sendiri. Berikan sugesti-sugesti yang positif, semoga cara ini akan berhasil ditambah dengan pendekatan secara spiritual (mengarah pada Tuhan).

II. Hubungan Interpersonal
  1. Model-model Hubungan Interpersonal
1.  Model Pertukaran Sosial
      Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley, dua orang pemuka dari teori ini menyimpulkan model pertukaran social sebagai berikut : “Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan social hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya”.
      Ganjaran yang dimaksud adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran dapat berupa uang, penerimaan social, atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Sedangkan yang dimaksud dengan biaya adalah akibat yang negative yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat menimbulkan efek-efek tidak menyenangkan. Hasil laba adalah ganjaran dikurangi biaya. Bila seseorang merasa dalam suatu hubungan interpersonal, bahwa ia tidak memperoleh laba sama sekali, ia akan mencari hubungan lain yang mendatangkan laba. Tingkat Perbandingan , menunjukkan ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang.
2. Model Peranan
      Model peranan menganggap hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memerankan peranannya sesuai dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan ekspedisi peranan, tuntutan peranan, memiliki keterampilan peranan dan terhindar dari konflik peranan dan kerancuan peranan.
3. Model Interaksional
      Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu system. Setiap sistem memiliki sifat-sifat structural, integrative dan medan. Semua system terdiri dari subsistem-subsistem yang paling tergantung dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan. Selanjutnya semua system mempunyai kecenderungan untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan. Bila ekuilibrium dari system terganggu, segera akan diambil tindakannya. Setiap hubungan interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan peranan. Menggabungkan model pertukaran peranan dan permainan.
4. Model Permainan
      Orang-orang berhubungan dalam bermacam-macam permainan. Yang mendasari permainan adalah tiga kepribadian manusia, yaitu orang tua, orang dewasa dan anak-anak. Kita menampilkan salah satu aspek kepribadian kita (orang tua, orang dewasa, anak-anak), dan orang lain membalasnya dengan salah satu aspek tersebut juga.
  1. Pembentukkan Kesan dan Ketertarikan Interpersonal
v  Pembentukkan Kesan
      Menurut Sears dkk. (1992) individu cenderung membentuk kesan panjang lebar atas orang lain berdasarkan informasi yang terbatas. Hanya dengan melihat dari potret atau secara langsung selama beberapa saat saja, seseorang sudah cenderung menilai sebagian besar karakter orang yang diamatinya tersebut. Bebrapa orang tidak percaya dengan pendapat ini, meski demikian individu umumnya menilai orang lain dari segi intelegensi, usia, latar belakang, ras, agama, pendidikan, kejujuran dan sebagainya

1.  Evaluasi : Kesan Pertama
      Menurut Sears dkk. (1992) aspek pertama yang paling penting dan kuat adalah evaluasi : apakah kita akan menyukai atau tidak menyukai seseorang ? kesan awal ini dapat dilihat dari beberapa indikasi seperti : dia barangkali ingin bersahabat, senang ngobrol, periang atau ramah.
      Secara formal dimensi evaluative merupakan dimensi terpenting diantara sejumlah dimensi dasar yang mengorganisasi kesan gabungan tentang orang lain. Terdapat banyak penelitian yang pada akhirnya menyimpulkan bahwa evaluasi merupakan dimensi dasar terpenting dari persepsi seseorang. Rosenberg, Nelson dan Vivekanathan (dalam Sears dkk.,1992) menemukan bahwa orang mengevaluasi orang lain sesuai dengan kualitas intelektual atau yang berhubungan dengan tugas terpisah mereka, dan kualitas social atau hubungan interpersonal mereka, paling tidak untuk beberapa waktu. Meski demikian perbedaan ini tidak merubah ciri dasarnya yaitu : manusia pertama-tama akan berfikir sesuai dengan rasa suka atau tidak suka jika melihat orang lain.
2. Kesan Menyeluruh
      Untuk menjelaskan bagaimana orang mengevaluasi terhadap orang lain, dapat dilakukan dari “kesan yang diterima secara keseluruhan”. Sears dkk. (1992) membagi kesan menyeluruh tersebut menjadi dua, yaitu model penyamarataan dan model menambahkan.
      Pertama model penyamarataan. Bagaimana kita dapat menyusun potongan-potongan informasi yang terpisah-pisah menjadi suatu kesan menyeluruh yang sederhana ? misalkan ketika anda bertemu dengan seorang wanita yang bertubuh tinggi, tomboy, sportif, cuek dan senang bercanda ?. Para ahli psikologi mempunyai dua pandangan yang berbeda, yang satu lebih menekankan kepada segi belajar, sementara yang lain menekankan pada factor kognitif. Pendekatan belajar tersebut kemudian dikembangkan Anderson (dalam Sears dkk., 1992) menjadi prinsip penyamarataan.
      Kedua model menambahkan. Model menambahkan (additive model) menyatakan bahwa individu mempersatukan potongan-potongan informasi yang terpisah-pisah dengan jalan menambahkan nilai ukuran dan bukannya dengan membuat rata-rata.
3. Konsistensi
      Individu cenderung membentuk karakteristik yang konsisten secara evaluative terhadap individu lainnya. Meski hanya memiliki sedikit informasi. Kita cenderung memandang orang lain secara konsisten dari kedalamannya. Karena evaluasi merupakan dimensi paling penting di dalam persepsi manusia, sehingga kita cenderung akan menilai “baik” dan “buruk”, dan bukan keduanya (Sears dkk., 1992).
      Berdasarkan evaluasi dengan pendekatan ini, maka kita akan melihat ciri lain yang konsisten dengannya. Jika seseorang bersifat menyenangkan, dia harus menarik, cerdas, murah hati, dan seterusnya. Sementara bila buruk, maka dia harus licik, berwajah buruk dan aneh. Kecenderungan terhadap konsistensi ini disebut sebagai “efek halo”. Di dalam efek halo, orang yang telah dilabel baik selalu dikelilingi oleh suasana positif dan kebalikannya pada orang yang dilabel buruk selalu dipandang memiliki kualitas yang buruk (efek halo negative) (Sears dkk., 1992).
4. Prasangka Positif
      Prasangka positif menurut Sears (dalam Sears dkk., 1992) adalah kecenderungan menilai orang lain secara positif sehingga mengalahkan evaluasi negative. Misalnya pada studi dimana mahasiswa sebagian besar memberikan nilai positif terhadap profesornya dengan nilai diatas rata-rata, meski para mahasiswa tersebut telah mengalami berbagai pengalaman baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan dengan profesornya tersebut selama kuliahnya. Ada hipotesis rasional untuk berprasangka secara positif, yaitu yang oleh Matlin dan Stang (dalam Sears dkk., 1992) disebut sebagai prinsip pollyana. Berdasarkan pendapat ini, maka orang akan merasa lebih senang apabila dikelilingi oleh hal-hal yang baik, pengalaman menyenangkan, masyarakat yang ramah, cuaca yang cerah dan sebagainya. Bahkan ketika mereka sakit atau rumahnya runtuh sekalipun, mereka akan tetap menilai situasinya selalu baik.
v  Ketertarikan Interpersonal

      Ellen Berscheid (Berscheid, 1985; Berscheid & Peplau 1983; Berscheid & Reis, 1998) menyatakan bahwa apa yang membuat orang-orang dari berbagai usia merasa bahagia, dari daftar jawaban yang ada, yang tertinggi atau mendekati tertinggi adalah membangun dan mengelola persahabatan dan memiliki hubungan yang positif serta hangat. Tiadanya hubungan yang bermakna dengan orang-orang lain membuat individu merasa kesepian, kurang berharga, putus asa, tak berdaya, dan keterasingan. Ahli Psikologi Sosial, Arthur Aron menyatakan bahwa motivasi utama manusia adalah ’ekspresi diri’ (self expression). Pada bab ini didiskusikan penyebab keteratrikan, dimulai dari awal rasa suka hingga cinta berkembang dalam hubungan yang erat.
1.  Efek Kedekatan

      Salah satu yang menentukan ketertarikan interpersonal adalah kedekatan (proximity, propinquity). Orang yang mempunyai kesempatan paling sering kita lihat dan kita jumpai, sangat mungkin menjadi sahabat kita atau kita cintai (Berscheid & Reis, 1998). Festinger dkk (1950) menunjukkan bahwa ketertarikan dan kedekatan hubungan tidak hanya tergantung pada jarak fisik yang nyata, melainkan juga karena ‘jarak fungsional’. Jarak fungsional menunjuk pada aspek desain arsitektur yang memungkinkan beberapa orang bertemu lebih sering. Efek keakraban terjadi karena familiaritas (efek eksposur semata-mata). Semakin sering kita mengalami eksposur suatu stimulus, semakin besar kecenderungan kita menyukainya.

  • Komputer : Keakraban Karak Jauh
      Komputer merupakan media komunikasi yang memberikan tempat baru bagi pengaruh keakraban. Kenyataannya, seseorang dengan jarak ribuan mil menjadi tidak berarti dengan adanya internet walau tidak bisa bertemu. Keakraban dan jarak fungsional ditentukan oleh layar komputer. Dalam salah satu penelitian, partisipan secara random dirancang untuk bertemu dengan salah satu cara: bertatap muka atau melalui internet. Surprise, hasilnya menunjukkan bahwa mereka yang berkenalan melalui internet lebih saling tertarik dibanding mereka yang berjumpa secara langsung (tatap muka). Bagaimanapun, ketika berjumpa melalui internet, ketertarikan berkembang melalui kualitas percakapan, sedangkan mereka yang berjumpa secara langsung dengan tatap muka ketertarikannya lebih tergantung pada daya tarik fisik (Mc Kenna, Green, & Gleason, 2002).

      Jika kita bertemu dengan orang baru secara tatap muka kita segera melihat penampilan fisiknya. Sebaliknya, ketika orang bertemu online, mereka dapat menyembunyikan tampangnya dan ciri lain yang mungkin menurunkan daya tariknya, seperti rasa gugup saat berada dalam situasi sosial. Anonimitas internet dapat memudahkan orang untuk mengungkapkan informasi personalnya. Sebagai akibatnya, individu mungkin merasa bahwa mereka lebih mampu mengekspresikan aspek-aspek penting dari diri riil mereka saat berinteraksi melalui internet. Katelyn McKenna dan rekannya (2002) memperkirakan bahwa orang mungkin menjalin persahabatan awal dengan cepat secara online ketimbang melalui tatap muka.

2. Kesamaan

      Bagaimana awal berkembangnya suatu hubungan? Para peneliti membedakan adanya dua jenis situasi sosial: situasi yang tertutup (close-field situations) atau situasi yang terbuka (open-field situations) yang mendukung perkembangan hubungan. Close-field situations: situasi yang mendorong orang untuk berinteraksi satu sama lain. Misalnya, di kompleks perumahan, di tempat kerja, dan sebagainya. Open-field situations : situasi dimana orang bebas untuk merinteraksi maupun tidak, sesuai pilihan pribadi mereka. Bagaimanapun situasinya, kadang dibutuhkan hal yang dapat melumasi hubungan untuk berkembang menjadi lebih erat atau menjadi hubungan percintaan. Minyak pelumas itu adalah kesamaan, seperti kesamaan kepribadian, minat, dan sebagainya.

  • Kesamaan Opini dan Kepribadian
      Berbagai hasil eksperimen telah menunjukkan bahwa bila kita mengetahui pendapat/opini seseorang mengenai suatu isu, meskipun kita belum pernah bertemu, semakin sama opini tersebut dengan opini kita (misalnya, Birne & Nelson, 1965). Bagaimana bila dalam kondisi bertemu? Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kesamaan demografis, nilai-nilai, sikap, dan kepribadian, merupakan hal yang menentukan ketertarikan untuk mengembangkan hubungan lebih lanjut, menuju persahabatan ataupun hubungan percintaan.

  • Kesamaan Gaya Interpersonal
      Kita juga cenderung tertarik dengan orang yang memiliki gaya interpersonal dan keterampilan komunikasi seperti kita. Hasil penelitian Burleson dan Samter (1996) menunjukkan bahwa orang-orang cenderung tertarik dengan teman sepermainan yang sama dalam berpikir mengenai orang-orang dan bagaimana mereka menyukai percakapan mengenai hubungan antar pribadi. Orang yang memiliki keterampilan interpersonal tinggi (fokus pada aspek psikologis relasi sosial dan memandang relasi sosial sebagai hal yang kompleks) merasa cocok dengan orang yang keterampilan interpersonalnya juga tinggi, demikian pula orang yang memiliki keterampilan interpersonal rendah (fokus pada aspek instrumental / apa yang terjadi secara aktual) merasa cocok dengan orang yang keterampilan interpersonalnya rendah.

  • Kesamaan Minat dan Pengalaman
      Berbagai riset menunjukkan bahwa kita cenderung menyukai orang yang memiliki minat dan pengalaman yang sama. Misalnya, penelitian Kubitscheck dan Hallinan (1998) mengenai pola persahabatan pada mahasiswa, mereka cenderung lebih memilih teman yang memiliki pengalaman dan minat yang sama dengannya dibanding yang berbeda.

3. Kesukaan Timbal Balik

      Kita semua merasa senang disukai. Hal ini cukup kuat menimbulkan ketertarikan, tanpa harus ada kesamaan. Kesukaan timbal-balik kadang terjadi karena self-fulfilling prophecy. Hal ini ditunjukkan dalam eksperimen yang dilakukan oleh Curtis dan Miller (1986) dengan subjek mahasiswa. Partisipan dipasangkan dengan orang yang belum dikenal sebelumnya, dan selanjutnya salah satu diantaranya menerima pesan khusus: sebagian partisipan diberi pesan yang meyakinkan dirinya bahwa mahasiswa pasangannya (dalam eksperimen) menyukainya, dan sebagian partisipan lainnya diberi pesan yang meyakinkan dirinya bahwa mahasiswa pasangannya tidak menyukainya. Ketika kemudian pasangan tersebut diberi kesempatan untuk bertemu kembali, satu sama lain saling berbicara, hasilnya seperti yang diduga, yaitu bahwa mereka yang yakin disukai pasangannya berperilaku dengan cara yang lebih disukai pasangannya, lebih membuka diri, lebih sedikit ketidaksetujuan dalam mendiskusikan suatu isu, lebih hangat, dan lebih menyenangkan dibanding dengan individu yang berpikir dirinya tidak disukai. Akibatnya, mahasiswa yang yakin dirinya disukai menjadi jauh lebih disukai oleh pasangannya bila dibanding mahasiswa yang yakin dirinya tidak disukai.

4. Ketertarikan Fisik dan Kesukaan

      Selain kedekatan (propinquity), kesamaan, dan rasa suka timbal-balik, keteratrikan juga ditentukan oleh penampilan fisik. Daya tarik fisik merupakan hal yang menentukan kesan pertama baik pada laki-laki maupun perempuan. Namun berbagai penelitian menunjukkan bahwa dibanding perempuan, laki-laki menilai daya tarik fisik lebih penting. Hasil penelitian meta-analisis (penelitian yang menganalisis lebih lanjut berbagai hasil penelitian yang topiknya sama) yang dilakukan oleh Feingold, 1990) menunjukkan bahwa bila yang diukur sikapnya, dibanding pada perempuan pada umumnya laki-laki menilai penampilan fisik lebih penting; bagaimanapun juga bila yang diukur adalah perilaku aktual, antara laki-laki dan perempuan memberikan respon yang sama terhadap daya tarik fisik pihak lain.

  • Apa yang Menarik ?
      Ciri-ciri fisik seperti apakah yang menimbulkan daya tarik ? Media massa telah mendikte kita untuk mendefinisikan apa yang disebut cantik (beauty) dan tampan (handsome). Misalnya, dalam film atau buku anak-anak, tokoh yang menjadi pahlawan perempuan, selalu digambarkan serupa: mungil, hidung mancung, mata lebar, bibir yang indah, langsing, tubuh atletis, yang secara keseluruhan seperti boneka-boneka barbie.

  • Standar Budaya Mengenai Keindahan
      Persepsi mengenai wajah cantik dan ganteng antar berbagai budaya apakah sama? Hasil penelitian lebih lanjut oleh Cunningham (1995) maupun beberapa penelitian lain memberikan jawaban ’ya’, bahwa dalam berbagai budaya terdapat kesamaan persepsi mengenai kriteria cantik dan ganteng. Hal ini diperkuat dengan hasil meta-analisis oleh Judith Langlois dkk (2000).

  • Kekuatan dari Familiaritas (familiarity)
      Salah satu variabel yang menentukan ketertarikan adalah familiaritas (banyaknya eksposur). Hal ini perlu dicatat sebagai hal yang menentukan ketika partisipan memberikan rating terhadap sekumpulan foto wajah. Mereka memilih satu wajah yang nampak secara tipikal, familiar, dan menarik secara fisik.

  • Asumsi Mengenai Orang yang Menarik
      Pada umumnya kita menyukai keindahan. Hal ini dapat menimbulkan ketidakseimbangan dalam menilai seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai penelitian menemukan bahwa ketertarikan fisik mempengaruhi atribusi orang mengenai apa yang menarik. Secara khusus, orang cenderung memberikan atribut kualitas yang positif (yang tidak ada hubungannya dengan apa yang terlihat) terhadap orang yang nampak cantik/tampan. Hal ini disebut sebagai stereotip ’apa yang baik dari keindahan’. Hasil meta-analisis menunjukkan bahwa ketertarikan fisik berpengaruh sangat besar terhadap subjek laki-laki maupun perempuan ketika melakukan penilaian terhadap kompetensi seseorang: Mereka yang lebih menarik secara fisik dianggap lebih mampu bersosialisasi, ekstrovert, dan populer dibanding yang kurang menarik. (Eagly dkk, 1991; Faingold, 1992b). Mereka juga dinilai lebih menarik secara seksual, lebih bahagia, dan lebih asertif.

  1. Intimasi dan Hubungan Pribadi
      Intimasi atau ketertarikan adalah sebuah fenomena yang dialami dan dirasakan oleh setiap individu didalam kehidupannya, terkadang ketertarikannya itu berawal dari sebuah proses interaksi Antara satu individu dengan individu lainnya. Untuk mempertegas dan memperjelas pengertian intimasi diatas, berikut ini pengertian intimasi menurut pandangan beberapa ahli :
1.   Shadily dan Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan yang kuat yang didasarkan oleh saling percaya dan kekeluargaan
2.  Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain
3. Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
4. Levinger & Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu bentuk hubungan yang berkembang dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik Antara dua individu. Keduanya saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada hal-hal yang berkaitan dengan fakta-fakta umum yang terjadi disekeliling mereka, tetapi lebih bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup, keyakinan-keyakinan, pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada tahap ini akan terbentuk perasaan atau keinginan untuk menyayangi, memperdulikan, dan merasa bertanggung jawab terhadap hal-hal tertentu yang terjadi pada orang yang dekat dengannya.
5.  Atwater (1983) mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan Antara dua orang yang diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzo dalam papalia dkk, 2001).

      intimasi mengacu pada perasaan yang hangat, dekat, dan terikat baik secara fisik maupun emosional yang diekspresikan secara verbal ataupun non verbal, dan didapat dari orang yang dicintai. Ketika menjalin intimasi pasangan saling berbagi perasaan yang terdalam, memberi dan menerima tanpa pamrih, merasa dapat mengerti dan dimengerti, saling memelihara hubungan dan dapat mengandalkan pasangannya apabila dalam kesusahan. Namun intimasi juga masih memberikan kesempatan pada masing-masing individu untuk berkembang, serta mengakui adanya keunikan dalam diri masing-masing individu. Komunikasi yang selalu terjaga, kepercayaan, kejujuran dan saling terbuka pun menjadi modal yang cukup untuk membina hubungan yang harmonis. Maka jangan kaget apabila komunikasi kita dengan pasangan tidak berjalan dengan mulus atau selalu terjaga bisa jadi hubungan kita akan terancam bubar atau hancur. Tentu saja itu akan menyakitkan hati kita dan setiap pasangan di dunia ini pun tidak pernah menginginkan hal berikut.

Referensi :

  1. Basuki, Heru. 2008. Psikologi Umum. Jakarta : Universitas Gunadarma
  2. Puspitawati, l. (1996). Seri diklat kuliah psikologi umum 1. Jakarta: Universitas Gunadarma
  3. Widyarini, MM Nilam. 2007. Daya Ketertarikan Interpersonal.
  4. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Sugiyanto,%20M.Pd./2%20Materi%20Bab%203.pdf
  5. http://psikologi.or.id/mycontents/uploads/2010/11/hubinterpersonal.pdf
  6. http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/psikologi_umum2/bab3_interaksi_sosial.pdf
  7. http://nilam.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30402/BAB+10.+DAYA+TARIK+INTERPERSONAL.pdf.
  8. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/125712-158.2%20NUR%20t%20-%20Tingkat%20Ketakutan%20-%20Literatur.pdf